Page 97 - Regulasi-Pertanahan-dan-Semangat-Keadilan-Agraria
P. 97
84 Prof. Dr. Maria SW Sumardjono., S.H., MCL., MPA
dalam Ketentuan Umum maupun substansi. Dalam
Ketentuan Umum ditambahkan tentang definisi
tanah terlantar, keberadaan Tim Nasional Penertiban
dan Pendayagunaan Tanah Terlantar. Dikecualikan
sebagai obyek tanah terlantar, yakni (1) tanah yang
dalam keadaan sengketa atau menjadi perkara di
pengadilan; (2) tanah yang tidak dapat diusahakan,
dipergunakan, atau dimanfaatkan karena dihalangi
oleh pihak lain; (3) tanah yang tidak dapat diusahakan,
dipergunakan, atau dimanfaatkan karena adanya
perubahan RTRW; (4) tanah yang dinyatakan sebagai
High Conservation Value Forest (HCVF); 5) tanah
yang kadar kemampuan tanahnya tidak mendukung
secara teknis; (6) tanah yang berada dalam kawasan
rawan bencana; (7) tanah yang berada dalam area
suaka margasatwa dan atau cagar budaya; atau (8)
tanah yang berada dalam kawasan hutan lindung.
Kedua, kegiatan penertiban tanah terlantar juga
diatur lebih rinci, melalui tahapan identifikasi,
penelitian, peringatan, dan usulan penetapan tanah
terlantar. Berbeda dengan PP No. 1 Tahun 2010 dan
Perkaban No. 4 Tahun 2010 tentang Penertiban Tanah
Terlantar, dalam revisi PP No. 11 Tahun 2010 dimuat
tentang kemungkinan untuk penghapusan data
tanah terindikasi terlantar jika hasil identifikasi dan
penelitian Panitia C melalui Berita Acara menemukan
bahwa tanah tersebut diusahakan, digunakan atau
dimanfaatkan sesuai dengan keadaan atau sifat dan
tujuan pemberian hak atau dasar penguasaannya.
Ketiga, perubahan terkait jangka waktu pemberian
peringatan kepada pihak yang berkepentingan.
Dimungkinkan memberikan peringatan tiga kali,
masing-masing selama 60 (enam puluh) hari diikuti
dengan 3 (tiga) kali evaluasi dalam jangka waktu 7
(tujuh) hari setelah berakhirnya masa peringatan.
Setelah evaluasi yang terakhir dilakukan, maka jika
tanah diusahakan, maka dalam 30 (tiga puluh) hari