Page 130 - Bilangan Fu by Ayu Utami
P. 130
“Aku inginnya kau kalah.”
Kami tertawa menyadari betapa siasia percakapan ini.
*
Sadarkah kau, bahasaku berubahubah sesuai perasaan
ku. Bahkan ketika mengisahkan kembali cerita ini, aku me
nyadari adanya keluarmasuk lapisan keintiman. Di atas per
mukaan, aku adalah orang yang sinis dan skeptis. Aku dingin
serta berjarak dari perasaan sentimentil. Aku tak pernah
hanyut dalam asmara lelaki perempuan, sebab aku tahu bahwa
perasaanperasaan demikian hanyalah muslihat si monster
kembang biak. Uburubur dan moluska anjing gila. Mereka
yang menyuruh kita jatuh cinta dan bangkit birahi, semata agar
uburubur itu bisa menguleni boneka baru—makhluk yang kita
kenal sebagai bayi. Aku tidak memusuhi monster itu, apalagi
membencinya. Aku hanya bertindak cerdik menghadapinya,
agar tak jatuh dalam kuasanya. Aku tetap menghargai cinta
dan birahi. Aku menikmati ketika hubungan itu sedang ber
langsung. Aku mensyukurinya ketika ia telah berakhir. Dan di
antara momenmomen nikmat dan syukur itu, ada saatsaat
berjarak di mana aku bisa menertawakan apa yang sedang
terjadi padaku. Menertawakan kekalahan si monster dariku. Di
atas permukaan, aku adalah pemenang. Aku pemegang kendali.
Aku boleh tertawa.
Di bawah permukaan, bahasaku mengandung kesedihan,
rasa lemah, kalah, dan dikhianati. Bahasaku penuh keraguan.
Di bawah permukaan aku menyimpan banyak rasarasa malu,
sesuatu yang begitu rentan dan intim, yang kucoba simpan
hanya bagi diriku sendiri.
Sebulku; tidakkah dia merupakan impianku paling raha
sia. Dari atas permukaan, aku tahu, hubunganku dengannya
tampak memalukan. Tapi jika engkau berada di dalam lapisan
120