Page 133 - Bilangan Fu by Ayu Utami
P. 133
matahari terang benderang. Di bawah sana kedalaman teramat
gelap. Hijau jingga makhluk terumbu laut dangkal telah ber
ganti biru hitam pekat. Kedamaiannya terlampau, hingga
mengerikan. Ketenangannya adalah kekuasaan tanpa batas,
yang akan menekan dan mencekik engkau sekehendaknya.
Kesunyiannya menyimpan tangantangan takhayul, yang me
renggut diriku makin ke dasar. Ke tempat di mana gelap laut
bersatu dengan bukitbukit gurun pasir.
Ada sebuah celah di antara bukitbukit itu. Dari celah bukit
itu seorang perempuan muncul. Ia berlari dari arah makam
lelaki yang kemarin mati. Kami menoleh kepadanya sebab ia
menjeritjerit histeris. Aku mengenali dia sebagai perempuan
yang ada di rumah duka semalam, yang kuduga adalah istri
lelaki yang mati. Aku mengenali dia dari kebayanya, pakaian
yang sudah mulai ditinggalkan orang desa demi baju modern
dan busana muslim. Dia adalah satu dari sedikit yang masih me
ngenakan jarik batik. Kini, sambil menyingsingkan kainnya ke
atas lutut ia meniti pematang, sekali dua kali nyaris terpeleset
ke lahan tanam. Lalu, manakala ia sudah cukup dekat sehingga
katakatanya bisa dimengerti, aku mendengar ia meneriakkan
sesuatu yang tak bisa kupercaya. Sebuah humor hukuman dari
alam gaib bagi diriku:
“Dia bangkit! Dia bangkit! Kuburnya terbuka dan ko
song!”
Perempuan itu menabrak kami dan jatuh pingsan.
123