Page 136 - Bilangan Fu by Ayu Utami
P. 136
dalam apa yang dinamakan reality show. Orang desa penonton
televisi kehilangan koherensi. Pendapat dan pikiran mereka
kacau, sebab mereka mengalami keterbelahan akibat senjang
antara kesederhanaan kenyataan desa dan kenyataan palsu
fantastis yang dibentuk televisi atas kesadaran mereka. Dengan
bahasa simpel, pikiran mereka gak konek lagi. Seperti wanita
yang kini menjeritjerit kepada polisi. Kita tak tahu apa yang
dia mau. Kalaupun dia percaya suaminya bangkit dari kubur,
lantas dia mau apa. Aku tak mengerti. Tapi aku menikmati
tontonan ini, sebelum tiba giliranku menelan kekalahan jitu.
“Betul, Pak! Suami saya bangkit dari kubur. Itu yang dia
katakan. Dia akan hidup seribu tahun lagi.”
“Tenang, Ibu. Tenang. Belum tentu dia bangkit. Bisa saja
ada yang mencuri jenazahnya.”
Tapi perempuan itu menjadi semakin kalap lantaran polisi
membantah versinya. Ia juga memaki polisi karena merasa
menganggap mereka menuduh ia mencuri jenazah suaminya
sendiri. Ia menyeruduk polisi itu dan bagai hendak memukuli
dada si petugas. Dua orang, lelaki dan perempuan yang tampak
seperti kerabatnya—si perempuan adalah juru kunci desa—
segera memegangi wanita yang merontaronta.
Polisi yang diserang mencoba menenangkan suasana.
“Baik, baik, Ibu. Baiklah. Jadi, suami Ibu bangkit dari kubur.
Persoalannya, sekarang ke mana suami Ibu pergi. Apakah dia
pamit pada Ibu ke mana dia pergi?”
Tangis perempuan itu meledak saat ia menjeritkan tidak
tahu.
“Nah kalau ia malah pergi ke istri muda, gimana?” Polisi
itu tampak menikmati kemenangannya dalam perdebatan ini.
Di luar dugaanku, wanita itu tidak meledak lagi. Ia hanya
terhisakhisak menimbulkan iba, sehingga aku menduga bah
wa lelaki itu memang memiliki bini muda. Aku tergoda untuk
mengetahui seperti apa istri kedua itu, dan apakah ia juga
12