Page 45 - Bilangan Fu by Ayu Utami
P. 45

“Kami memang kadang­kadang melatih tentara.”
                   “Tapi kalian bukan tentara, kan?”
                   Ia  sama  sekali  tidak  bicara  dengan  suara  menyindir.
               Matanya yang polos justru membuatku jengkel sekarang.
                   “Tapi kamu pernah manjat?” aku balik bertanya.
                   “Pernah mencoba.”
                   Aku memperhatikan tangannya. Ia memiliki otot kedang
               tangan yang baik. Telapaknya tampak lebih besar untuk ukuran
               tubuhnya. Ia memiliki potongan seorang pemanjat.
                   Si Fulan kembali ke ruang tamu. Ia berkata bahwa ia bisa
               memesan  peralatan  yang  dicari  Parang  Jati  lewat  temannya
               di Hongkong, tapi paling cepat kawan itu baru dua bulan lagi
               datang  ke  Indonesia.  Parang  Jati  setuju  dan  aku  mendengar
               sebuah angka dollar yang menunjukkan betapa anak itu sung­
               guh menaruh modal untuk niat pemanjatan bersihnya. Bahkan
               gerombolanku  pun  berhati­hati  untuk  mengeluarkan  uang
               sebesar itu. Tiba­tiba aku agak iri padanya.
                   Si  Fulan  bercerita  bahwa,  kebetulan  sekali,  Parang  Jati
               berasal  dari  daerah  Watugunung.  Dan  ia  kini  sedang  akan
               membikin  penelitian  di  perbukitan  kapur  Sewugunung  di
               sekelilingnya.  Aku  perlu  beberapa  saat  untuk  mengolah  data
               bahwa Watugunung adalah Batu Bernyanyi kami. Ketika kawan
               lamaku  mengatakan  bahwa  gerombolanku  sedang  membuka
               jalur panjat di sana, aku melihat pada mata Parang Jati sebersit
               ungkapan, antara ketidakpercayaan dan ketidakrelaan, seolah
               dia mengulangi pertanyaan brengseknya: jadi kalian sungguh­
               sungguh  memaku  dan  mengebor  gunung  batu  itu?  Dengan
               mataku aku menjawab, ya, tentu saja, emang kenapa. Orang­
               orang desa juga menambang batu di sekitarnya.
                   Percakapan mata itu tak diungkapkan kata­kata. Sebalik­
               nya, ia malah bertanya padaku.  “Kalau begitu, boleh saya me­
               numpang mobilmu?”




             3
   40   41   42   43   44   45   46   47   48   49   50