Page 48 - Bilangan Fu by Ayu Utami
P. 48

kata kotor pada kuda yang mulai kehilangan kontrol. Hewan
                 malang ini tak lagi punya irama dan bergerak dengan sangat
                 kacau,  kakinya  menyepak  tanpa  kendali,  sebelum  tubuhnya
                 kejang dan ia tumbang mati.
                     Aku  tak  pernah  jatuh  tidur  setelah  bermain  cinta.  Tak
                 sekalipun  aku  membiarkan  diriku  tertidur.  Itu  berbahaya.
                 Lelaki yang tidur akan memberi sinyal bahwa ia merasa aman,
                 dan  karenanya  akan  memberi  rasa  aman  yang  sama  pada
                 perempuannya.  Rasa  aman  ini  akan  ditafsirkan  oleh  perem­
                 puan  sebagai  tawaran  hidup  berumahtangga.  Maka  ia  mulai
                 menggiring  kita  ke  arah  sana.  Aku  pastikan  bahwa  setiap
                 hubunganku menjanjikan kesetaraan. Aku tidak memanipulasi
                 dia  untuk  tujuan  lain,  dia  pun  tak  memanipulasi  aku  untuk
                 tujuan  lain.  Tapi  perempuan,  kau  tahu,  memanipulasi  seks
                 untuk tujuan lain. Misalnya berumahtangga dan memperoleh
                 rasa  aman.  Dan  ia  bilang  ia  hanya  merasa  dicintai  dengan
                 setara jika tujuan lain ini dipenuhi. Karena itu aku tidak pernah
                 tidur seusai bercinta. Agar aku tak memberi sinyal yang bisa
                 disalahtafsirkan.  Aku  selalu  mencium  perempuanku  seusai
                 percintaanku dan mengucapkan syukur yang tulus. Dari lubuk
                 hati yang paling dalam. Meski aku tahu itu tidak cukup bagi
                 kebanyakan kaum penuntut ini.
                     Badanku  masih  meruapkan  bau  birahi  ketika  kembali
                 kutemui  Parang  Jati.  Ia  melepaskan  matanya  yang  seolah
                 melekat pada buku, namun ragu­ragu untuk menoleh kepada
                 kami.  Aku  menikmati  permainan  yang  kuterapkan  padanya
                 atas persekongkolan dengan Marja. Kami bisa mempermain­
                 kan dia karena ia masih memiliki rasa sopan itu. Kesantunan
                 yang membalik keadaan. Dialah yang kami pergoki dengan sisa
                 fantasi menggumpal dalam dirinya. Bukan kami. Kami telah,
                 baru  saja,  melegakan  gairah  itu.  Parang  Jati  berdiri  sedikit
                 bungkuk. Ia tidak menyimpan buku ke dalam tasnya melainkan
                 memegangnya dengan kikuk menutupi bawah pusarnya.


                                                                        3
   43   44   45   46   47   48   49   50   51   52   53