Page 49 - Bilangan Fu by Ayu Utami
P. 49

“Sorry ya, bikin kamu harus nunggu,” kataku seolah aku
               baru berurusan dengan dosen.
                   “Gak  apa.  Saya  bawa  bacaan  kok,”  ia  menjawab  dengan
               malu­malu sopan. Seolah­olah ia sepakat bahwa aku memang
               baru berurusan dengan dosen. Kelak aku dan Marja masih suka
               membicarakan semburat di pipi pemuda itu.

                   Dalam mobil kami sama sekali tidak membicarakan peris­
               tiwa itu lagi. Kami melaju ke Selatan, melewati Garut, Rajapola,
               dengan  pemandangan  hijau  biru  gunung  Galunggung,  lalu
               turun ke tempat rendah yang silau­terik, Tasik, menuju Pangan­
               daran. Lalu terus ke Timur. Melewati perkebunan karet yang
               beralur­alur  rapi.  Hutan­hutan  jati  yang  berjambul  ranggas.
               Ia  selalu  membaca  buku  dalam  jeda­jeda  percakapan.  Ia  ha­
               nya  menutup  dan  menyimpannya  kembali  ketika  hari  mulai
               tenggelam.  Kami  meninggalkan  mentari  di  belakang.  Percik­
               percik laut masih terlihat kejauhan, semakin lampau, semakin
               tertinggal. Laut semakin gelap.
                   “Jadi, kamu dari daerah Sewugunung, Jat?”
                   “Saya tinggal dengan paman di dekat situ.”
                   “Apa kerja dia, pamanmu itu?”
                   Ia  menjawab  tanpa  semangat,  tak  seperti  kecenderung­
               annya. “Hm. Dia punya usaha… macam-macam.” Kata tak defi-
               nitif yang terakhir ia ucapkan seolah hendak menghindarkan
               detil. Aku menangkap ia tak hendak bercerita tentang paman­
               nya.  Kali  ini  aku  tidak  ingin  mengganggunya.  Aku  diam.
               Kubiarkan dia memilih tema percakapan.
                   Lalu ia bilang bahwa Watugunung, yang kami sebut seba­
               gai Batu Bernyanyi, sebetulnya bukan nama yang majal seperti
               anggapanku.  Tentu  saja  nama  itu  terbuat  dari  “watu”  dan
               “gunung”,  sebagaimana  bendanya,  terdiri  dari  “gunung”  dan
               “batu”,  yang  membikin  kami  menganggap  nama  itu  tidak
               imajinatif.  Terlalu  realis.  Secara  fisik  bentukan  itu  mencolok


              0
   44   45   46   47   48   49   50   51   52   53   54