Page 455 - Bilangan Fu by Ayu Utami
P. 455

Aku melihat Parang Jati memeluk Nyi Manyar di dadanya.
                 Dan beberapa orang menghajar lelaki itu. Sedetik lagi seluruh
                 warga akan meremukkan atau membakar manusia itu hidup­
                 hidup.  Tapi  kepala  desa  Pontiman  segera  meredam  amarah
                 orang banyak.
                     Aku  tak  mendengar  lagi  keributan  itu.  Sebab  mataku
                 tertuju pada pemuda yang mendekap wanita tua di dadanya.
                 Ada  yang  lembut  dan  sedih  di  sana.  Seperti  yang  ada  dalam
                 patung pieta. Meski itu bukanlah ibu yang memeluk putra yang
                 mati. Melainkan pemuda yang memeluk ibu tua. Ibu tua yang
                 telah  kehilangan  kekuatannya  yang  dulu  ada.  Besi  berkarat
                 yang  dipatahkan.  Ibu  tua  yang  telah  kehilangan  wibawa  dan
                 menjadi renta. Ibu, yang dulu menyelamatkan saya. Ibu tua
                 itu  bagai  berkata  kepada  putranya:  pengetahuanku,  Nak,  tak
                 cukup lagi untuk mengatasi zaman ini. Ibumu telah kalah oleh
                 zaman. Dan aku tahu, Parang Jati akan menerimanya sebagai
                 tugas untuk ia lanjutkan. Parang Jati, sahabatku, yang selalu
                 merasa harus menanggung segala sesuatu. Ia terbentuk untuk
                 itu.
                     Pemuda yang mendekap perempuan tua itu, dengan cara
                 yang  tak  kumengerti  membuat  aku  merasa  sedih  yang  tak
                 terperi.  Barangkali  sebab  ia  menceritakan  kejatuhan  dalam
                 ketidakberdayaan. Kejatuhan yang tak terelakkan bagi semua
                 manusia suatu hari kelak. Kekalahan oleh zaman.
                     Kalimat  yang  tak  pernah  kudengar,  tapi  yang  kulihat
                 dalam pelukan itu, terngiang dalam kepalaku. Pengetahuanku,
                 Nak, tak cukup lagi untuk mengatasi zaman. Aku telah kalah
                 oleh zaman.
                     Sebab  lelaki  itu  bukan  kerasukan,  melainkan  gila.  Tak
                 ada  roh  yang  menempati  tubuhnya  untuk  diajak  bicara  dan
                 dienyahkan.  Kini,  ketika  aku  menuliskan  ini,  aku  melihat
                 gambaran  mengerikan  itu.  Peta  yang  mendirikan  bulu  ku­
                 dukku.  Lelaki  gila  ini  bukan  hadir  sendiri,  pada  dirinya.  Ia
   450   451   452   453   454   455   456   457   458   459   460