Page 460 - Bilangan Fu by Ayu Utami
P. 460
Aku mulai percaya Parang Jati bahwa ada tangantangan
kotor yang tak terlihat bermain dengan nyawa manusia di
sini. Tangantangan yang akan berkata: biar saja, toh kalau
nahas juga manusia tak berguna. Tangantangan kotor itu
memiliki humor: bahwa orang gila dan orang dungu—lihatlah,
wajah mereka lucu dan tolol sekali!—adalah kambingkambing
hitam yang tercipta untuk suatu hari dikorbankan jika kita
perlu menyalurkan keberingasan masyarakat. Di masa lalu,
dewadewa dan tuhantuhan menginginkan kambing putih
sebagai kurban: kambing terbaik, anak domba sulung, jejaka
dan perawan paling rupawan. Tapi di masa ini, tuhan sudah
kenyang. Sebab dia telah maha kuasa. Sejak tuhan menjadi
maha esa. Manusialah yang belum kenyang, sebab manusia
memang tak akan kenyang terusmenerus. Mereka masih
membutuhkan korban sebagai katarsis dari tenagatenaga
negatif. Maka tangantangan kotor itu berpikir rasional: untuk
mengurbankan bukan yang terbaik, namun mengorbankan
yang paling dungu paling tak berguna bagi masyarakat. Bukan
kah bangsa manusialah yang tak lagi mengenal survival of the
fittest. Dalam bangsa manusia, bayibayi buruk dan sinting
dipertahankan hidup, atas nama kemanusiaan. Merekalah,
bayibayi buruk dan sinting ini, yang disediakan sebagai kam
bing hitam.
Itu bedanya kurban dan korban. Bukan mengurbankan
panen terbaik, melainkan mengorbankan panen terburuk. De
ngan begitu, kehausan orang banyak akan darah terpuaskan.
Sekaligus tak banyak yang kehilangan atau dirugikan. Semua
keluarga bahagia jika anggota mereka yang sinting dipanggil
Tuhan.
Tapi tidak, aku tidak bisa mengaitkan itu dengan kawanku
satria Karna dan Kumbakarna.
Sebab, tidak sipil tidak militer, permainan kekuasaan ada
di manamana.
0