Page 499 - Bilangan Fu by Ayu Utami
P. 499
“Kami memohon Bapak Parang Jati untuk datang ke
kantor.”
“Ya?”
“Hm. Untuk sekadar memberi penjelasan mengenai aliran
kepercayaan yang Bapak pimpin.”
Kami menggerakkan kepala seperti anjing menegakkan
telinga.
“Kami menerima laporan,” ujar polisi itu dengan sopan,
“Tepatnya, pengaduan, bahwa aliran Bapak mengajarkan ritual
sesat.” Ia menambahkan setelah beberapa saat. “Yah, sekadar
keteranganlah. Kami harus melakukan ini karena telah ada
pengaduan. Kalau kami tidak melanjutkannya, nanti dikira
tidak melayani masyarakat.”
Aku menatap Parang Jati. Aku tahu di dalam hatinya ia
mengumpat, bahwa Farisi menggunakan celah sempit ini un
tuk menyerang secara curang. Ia tahu bahwa pertarungan kini
telah bergeser ke luar arena. Semula mereka masih beradu pe
dang di arena perang ide. Tapi musuhnya kini telah mengikuti
dia dengan belati terhunus, bahkan ketika ia telah menanggal
kan pakaian tarung dan berjalanjalan di lorong sempit.
“Baiklah,” sahut Parang Jati. “Mari kita ke kantor polisi.”
Tapi di perjalanan kami melihat sebuah keramaian. Seke
rumun orang. Sebagian berpakaian satpam perusahaan peng
galian dan sebagian lagi kaum Farisi. Mereka bersorakso
rak seperti baru mengalahkan macan kumbang. Ketika jarak
menjadi cukup, aku melihat mereka menggotong sesuatu
seperti ular sanca besar. Tapi kutahu kemudian, kutahu dari
mata Parang Jati, bahwa itu bukanlah ular. Melainkan ikan
pelus keramat. Makhluk mitologis yang mengunjunginya kala
kala. Hewan itu telah sekarat kini, menggeleparkan sisasisa
listrik syarafnya. Kekuasaan dan kebenaran telah menjeratnya
ke luar dan membunuhnya sebagai lambang kemenangan.