Page 77 - Bilangan Fu by Ayu Utami
P. 77
dengan hitamhitam serta destar yang tadi kami lihat pulang
semadi. Lelaki yang sesajennya kami berantaki. Luka dan darah
tampak di betis mereka.
Seekor anjing telah menggigit mereka ketika keduanya
berada dekat mataair. Oscar, yang paling muda dari gerom
bolan kami—yang kelak memberikan sebilah rusuk milik ayah
nya atau ayah orang lain padaku, telah menggunting celana
panjang Pete dan mengikatkannya eraterat di atas lutut,
mencoba menghentikan peredaran darahnya. Lelaki yang satu
bercelana silat lebar sehingga celana itu tak perlu digunting. Ia
membiarkan Oscar mengikat pahanya dengan sisa celana Pete,
tapi ia menolak pergi ke dokter bersama kami. Kami mencoba
meyakinkan dia bahwa kami akan menanggung ongkosnya jika
itu merupakan persoalan. Ia berkeras bahwa ia tak percaya
dokter.
“Tapi, kalau ini gigitan anjing gila, Bapak harus disuntik.
Kalau tidak, Bapak bisa mati.” Aku sembilanpuluh persen yakin
bahwa anjing yang begitu jalang sehingga menggigit dua orang
sekaligus adalah hewan gila. Tak ada yang bisa mengingat
apakah anjing itu menjepit buntutnya atau apakah mulutnya
berbusa. Sekarang sulit untuk menangkapnya sebab ia liar dan
melarikan diri.
“Soal nyawa, itu urusan saya dengan Gusti Allah.” Lalu
lelaki itu melakukan sesuatu yang tak kupercaya. Ia menunduk
dalamdalam hingga kepalanya mencapai luka. Sebuah kelen
turan seorang pesilat. Ia menghisap darah dari sana dan me
ludahkannya, berkalikali, sambil membaca rapalan. Aku ber
gidik membayangkan rasa sakit pada luka yang dihirup, serta
membayangkan virusvirus rabies yang berpindah dari sisa liur
anjing ke liur lelaki itu.
Tak satu pun di antara penduduk yang mau meyakinkan
lelaki itu untuk ikut ke dokter bersama kami. Kami tak bisa
memaksanya.