Page 78 - Bilangan Fu by Ayu Utami
P. 78

Di  rumah  sakit  terdekat,  Pete  meringis  kesakitan  ketika
               jarum menusuk perutnya berkali­kali. Aku khawatir jika ampul
               obat  itu  telah  kadaluarsa.  Apa  saja  bisa  terjadi  di  tempat
               terpencil.  Jika  saja  aku  tahu  bahwa  WHO  mengirim  banyak
               serum antirabies tentulah aku tidak cemas.

                   Kami  menduga  lelaki  hitam­hitam  tadi  menolak  pera­
               watan kesehatan karena alasan mistik. Bisa jadi ia percaya bah­
               wa ia telah memiliki aji­aji untuk menolak penyakit. Mungkin
               juga  sebagai  syarat  semadinya  ia  berpantang  fasilitas  medis
               modern. Kau tahu, hal­hal demikian sangat tak bisa diterang­
               kan  dengan  akal  sehat.  Tapi,  hal­hal  demikian  masih  sangat
               hidup  dalam  masyarakat.  Tak  banyak,  misalnya,  orang  yang
               berani mengambil makanan dari sesajen yang diletakkan pada
               altar  di  pundak  Watugunung.  Dijamin  tak  ada  orang  dusun
               yang  berani.  Kebanyakan  orang  masih  percaya  bahwa  jika
               mereka melakukannya, mereka akan kuwalat. Apalagi jika itu
               sesajen demi memperoleh ilmu hitam. Ruh­ruh yang terhina
               pasti ruh­ruh yang sangat jelek tabiatnya.
                   Muncul dalam diriku keinginan untuk bertaruh lagi. Ada
               dorongan yang tak bisa kutolak untuk membikin apapun jadi
               taruhan.
                   “Coba, menurut kamu sajen itu bertuah gak?”
                   Parang Jati nyengir saja.
                   “Taruhan,  ayo.  Lelaki  itu  tidak  mau  ke  dokter.  Kalau
               lelaki itu mati, berarti sajen itu tak ada apa­apanya. Tak bisa
               melindungi dia. Kalau dia selamat, berarti sajen itu sakti. Kamu
               pegang yang mana?” kataku.
                   Parang Jati mengalihkan pandangan sesaat, lalu berbalik
               padaku. “Laki­laki itu mati,” katanya dengan sangat yakin.
                   “Sebetulnya, kupikir juga begitu. Tapi karena kamu telah
               pegang itu, bolehlah, aku pegang bahwa dia tidak mati. Hmm,
               lalu taruhannya apa?”
   73   74   75   76   77   78   79   80   81   82   83