Page 136 - Cantik Itu Luka by Eka Kurniawan
P. 136

”Kau menodongkan pistol seperti seorang pengecut,” kata sang
                 pelacur dengan jengkel.
                    ”Itu kebiasaan buruk, maafkan aku, Nyonya,” kata Shodancho.
                 ”Aku hanya ingin tanya, apakah aku bisa mengawini anak sulungmu,
                 Alamanda?”
                    Dewi Ayu mencibir dengan penuh ejekan, dan mengingatkannya
                 bahwa perlakuan buruk terhadap ibunya akan berakibat buruk pada
                 keinginannya. Tapi kemudian ia berkata dengan sedikit rasional:
                 ”Ala manda punya otak dan tubuh sendiri, tanyakan langsung padanya
                 apakah ia mau kawin denganmu atau tidak.” Di dalam hati ia berkata,
                 tentara kurus ini sangatlah menyedihkan, melamar dengan cara itu.
                    ”Semua orang di kota ini tahu ia telah mengecewakan banyak le laki,
                 dan aku takut itu terjadi padaku,” kata Shodancho.
                    Dewi Ayu mengetahui hal itu. Lelaki muda dan orang tua jompo
                 tergila-gila pada Alamanda. Mereka mencoba memperoleh cintanya
                 dan tak pernah memperoleh apa pun, sebab ia tahu Alamanda hanya
                 mencintai seorang lelaki yang pergi dan ia menunggunya.
                    ”Tak ada bedanya, kau harus tanya Alamanda,” kata Dewi Ayu lagi.
                 ”Jika ia mau kawin denganmu akan kubuatkan pesta yang meriah, jika
                 ia tak ingin kawin denganmu, kusarankan untuk bunuh diri.”
                    Suara burung hantu di kebun jeruk mulai terdengar, mengincar
                 tikus-tikus tanah. Dewi Ayu mencoba terus mengulur-ulur waktu dan
                 berharap sang preman akhirnya datang, dan selebihnya urusan kedua
                 lelaki itu. Shodancho menghampirinya, menyentuh kulit dagunya yang
                 sehalus permukaan lilin, dan bertanya, ”Jadi apa saranmu, Nyonya?”
                    Dewi Ayu tak menyarankan untuk terus memburu cinta Alamanda,
                 sebab tampaknya itu sia-sia. Ia bilang, ada banyak gadis cantik di kota
                 ini, semuanya keturunan Rengganis Sang Putri yang ke can tikannya
                 telah mereka kenal.
                    ”Carilah gadis lain,” ia menyarankan. ”Semua kemaluan perempuan
                 rasanya sama.”
                    Ia tak pulang bagaimanapun, namun dengan kasar membuka pa kai-
                 an Dewi Ayu dan mendorongnya ke tempat tidur. Ia membuka pa kai-
                 annya dengan tergesa-gesa, dan naik ke atas tempat tidur me nyetubuhi
                 pelacur itu dengan ketergesa-gesaan yang sama. Setelah kemaluannya

                                             129





        Cantik.indd   129                                                  1/19/12   2:33 PM
   131   132   133   134   135   136   137   138   139   140   141