Page 132 - Cantik Itu Luka by Eka Kurniawan
P. 132

Sang preman datang berkunjung ke rumahnya di sore hari, tak lama
                 setelah tuan rumah bangun tidur dan selesai mandi, disambut oleh
                 gadis kecil umur sebelas tahun. Ia memperkenalkan dirinya se bagai
                 anak bungsu Dewi Ayu, bernama Maya Dewi, dan ia menyuruh Maman
                 Gendeng menunggu di ruang tamu sebab ibunya tengah mengeringkan
                 rambut. Anak itu secantik ibunya, bahkan pada umurnya hal itu sudah
                 tampak jelas, dan selama ia menunggu, anak itulah yang memberi-
                 nya segelas limun dengan balok es kecil mengapung di dalamnya,
                 tam pak menggairahkan di udara panas sore hari. Ketika sang preman
                 mengeluarkan rokok, gadis itu terburu-buru mengeluarkan asbak dan
                 meletakkannya di meja. Maman Gendeng menoleh sekilas memandang
                 isi rumah tersebut, dan percaya bentuknya yang rapi dan teratur ten-
                 tunya lahir dari tangan gadis kecil itu. Ia telah mendengar dari Mama
                 Kalong, Dewi Ayu punya tiga anak, dan ia dibuat penasaran secantik
                 apa kedua kakak gadis kecil itu. Tapi Alamanda dan Adinda tampaknya
                 tak ada di rumah.
                    Dewi Ayu muncul dengan rambut yang dibiarkan lepas, tampak
                 kemilau diterpa cahaya matahari sore. Ia menyuruh anak gadisnya
                 pergi, lalu membangunkan seekor kucing yang tidur melingkar di atas
                 kursi yang kemudian didudukinya. Semua gerakannya tampak begitu
                 perlahan, tenang, dan lembut. Ia duduk bersandar dengan satu kaki
                 me nopang kaki yang lain, mengenakan gaun panjang dengan kantong-
                 kantong besar di kedua sisinya, serta seuntai tali di lu bang leher. Dari
                 tempatnya duduk, Maman Gendeng bisa menghirup harum bau tubuh-
                 nya, lavender yang lembut, dengan aroma lidah buaya dari rambutnya.
                 Bahkan meskipun ia telah menidurinya dan melihatnya telanjang, cara
                 berpakaiannya tetap memberikan fantasi kecantikan yang mengagum-
                 kan. Tangannya yang ramping seputih susu, meraih sebungkus rokok
                 dari salah satu saku bajunya, dan sesaat kemudian ia ikut merokok. Se-
                 jenak Maman Gendeng dibuat kikuk oleh penampilan yang membius
                 itu, mem buatnya hanya memandang kaki perempuan tersebut, pada se-
                 pasang selop beludru warna hijau tua yang bergoyang-goyang perlahan.
                    ”Terima kasih telah datang,” kata Dewi Ayu. ”Inilah rumahku.”
                    Sang preman telah mengetahui alasan undangan ini, atau paling
                 tidak ia bisa menduganya. Ia menyadari apa yang dikatakannya sama

                                             125





        Cantik.indd   125                                                  1/19/12   2:33 PM
   127   128   129   130   131   132   133   134   135   136   137