Page 127 - Cantik Itu Luka by Eka Kurniawan
P. 127
lihat adalah seorang perempuan cantik di sebuah sudut dengan rokok di
bibir. ”Perempuan itu, pelacur atau bukan, aku ingin tidur dengannya,”
ia berbisik pada Mama Kalong.
”Ia pelacur terbaik di sini, namanya Dewi Ayu,” kata Mama Kalong.
”Seperti maskot,” kata Maman Gendeng.
”Seperti maskot.”
”Aku akan tinggal di kota ini,” kata Maman Gendeng lagi. ”Aku
akan mengencingi kemaluannya seperti harimau menandai daerah ke-
kuasaannya.”
Ia duduk di sudut itu tampak acuh tak acuh. Di bawah cahaya lampu,
kulitnya sangat bersih, menandai warisan yang nyata orang-orang
Belanda. Ia peranakan campuran, dengan mata yang agak kebiruan.
Ram butnya hitam gelap, disanggul memanjang seperti sanggul perem-
puan-perempuan Prancis. Ia masih merokok, dengan sigaret yang diapit
jari-jemari ramping panjang, kuku-kukunya dikutek merah darah. Dewi
Ayu mengenakan gaun warna gading dengan tali mengikat pinggangnya
yang ramping. Ia mendengar apa yang dikatakan lelaki itu pada Mama
Kalong, lalu ia mendongak menoleh padanya. Sejenak mereka saling
me mandang dan Dewi Ayu tersenyum menggoda tanpa beranjak.
”Segeralah, Sayang, sebelum kau ngompol di celana,” katanya.
Dewi Ayu memberitahunya bahwa ia memiliki kamar khusus, se-
buah paviliun persis di belakang kedai tersebut. Tapi ia tak pernah ke
sana dengan kakinya sendiri, sebab siapa pun yang meng ingin kannya
harus membopongnya seperti sepasang pengantin baru. Maman Gen-
deng sama sekali tak keberatan untuk pelacur secantik itu, maka ia
da tang menghampirinya dan berdiri di depannya, membungkuk. Berat
tubuhnya sekitar enam puluh kilo, Maman Gendeng mem per kirakan
saat mengangkatnya, lalu melangkah menuju bagian belakang kedai
melalui sebuah pintu, menerobos kebun jeruk yang harum se merbak,
menuju sebuah bangunan kecil yang remang-remang, di antara beberapa
bangunan lainnya. Maman Gendeng berkata ke pa da nya: ”Aku datang
ke sini untuk mengawini Rengganis Sang Putri, tapi datang terlambat
lebih dari seratus tahun. Maukah kau meng gan ti kannya?”
Dewi Ayu mencium pipi pembopongnya dan berkata, ”Pelacur itu
penjaja seks komersial, sementara seorang istri menjajakan seks secara
sukarela. Masalahnya, aku tak suka bercinta tanpa dibayar.”
120
Cantik.indd 120 1/19/12 2:33 PM