Page 124 - Cantik Itu Luka by Eka Kurniawan
P. 124

pen duduknya. Ia menjatuhkan lutut di lantai, tampak begitu penuh
                 rasa syukur, dipandangi sang nelayan dengan tatapan kebingungan.
                 Segalanya tampak cantik di sini, katanya bergumam. ”Bahkan tai pun
                 selalu cantik di sini,” kata nelayan itu dan bersiap meninggalkannya.
                 Tapi Maman Gendeng segera menahannya.
                    ”Di mana aku bisa bertemu Rengganis?” tanyanya.
                    ”Rengganis yang mana?” si nelayan balik bertanya. ”Ada puluhan
                 gadis bernama seperti itu. Bahkan jalan dan sungai pun bernama Reng-
                 ganis.”
                    ”Tentu saja Rengganis Sang Putri.”
                    ”Ia telah mati ratusan tahun lalu.”
                    ”Apa kau bilang?”
                    ”Ia telah mati ratusan tahun lalu.”
                    Tiba-tiba segalanya terasa berakhir. Ini hanya sebuah cerita, kata nya
                 pada diri sendiri. Tapi itu tak cukup untuk menghiburnya, dan ke ma-
                 rahannya tiba-tiba meluap tak terkendali. Ia menghajar nelayan malang
                 tersebut, dan meneriakinya sebagai pembohong. Be berapa nelayan da-
                 tang menolong dengan kayu-kayu dayung di tangan mereka, langsung
                 mengeroyok lelaki itu tanpa seorang pun memerintah. Maman Gendeng
                 sama sekali bukan lawan mereka. Ia menghancurkan dayung-dayung
                 tersebut, dan membuat para pe mi liknya bergelimpangan tak sadar kan
                 diri di pasir yang basah. Kemudian tiga orang lelaki, tampaknya sege-
                 rombolan preman, datang menghampirinya. Mereka menyuruhnya
                 ming gat, sebab pantai itu daerah kekuasaan mereka. Bukannya pergi,
                 Maman Gendeng malahan menghajar mereka tanpa ampun, membe-
                 namkan ketiganya sekaligus nyaris sekarat, sebelum bergelimpangan di
                 atas tubuh-tubuh nelayan tersebut.
                    Itulah pagi yang ribut ketika Maman Gendeng datang ke Halimunda
                 dan membuat kekacauan. Lima orang nelayan dan tiga orang preman
                 adalah korban pertamanya. Korban berikutnya adalah seorang veteran
                 tua yang datang dengan senapan dan menembaknya dari kejauhan. Ia
                 tak tahu bahwa lelaki asing itu kebal terhadap peluru, dan ketika ia
                 me nyadarinya, ia lari namun Maman Gendeng mengejarnya. Lelaki
                 itu merampas senapan sang veteran, dan menembak betis veteran itu
                 membuatnya bergelimpang di jalan.

                                             117





        Cantik.indd   117                                                  1/19/12   2:33 PM
   119   120   121   122   123   124   125   126   127   128   129