Page 121 - Cantik Itu Luka by Eka Kurniawan
P. 121

sepasang hiu yang mengelilingi perahunya. Ia harus berburu seekor
              kijang selama pendaratannya di balik rawa-rawa, dan memberikannya
              pada sepasang hiu tersebut untuk persahabatan mereka selama per-
              jalanan.
                 Semuanya untuk seorang gadis bernama Rengganis: selepas sayem-
              bara yang tak menghasilkan apa pun, segalanya kembali pada kesedihan
              yang sama, pada teror kecantikan yang sama. Hingga akhirnya, pada
              suatu hari seorang pangeran yang tak puas memutuskan untuk datang
              dengan tiga ratus pasukan perang berkuda, datang dengan maksud buruk
              memperoleh Sang Putri secara paksa. Sang Raja sesungguhnya begitu
              penuh suka cita membayangkan seseorang menculik Sang Putri dan
              me ngawininya, namun demi kehormatan, ia dipaksa untuk melepas
              pra jurit-prajuritnya pergi berperang melawan perusuh itu. Kemudian
              pangeran lain dari kerajaan yang lain, datang juga dengan tiga ratus
              pasukan berkuda untuk mem bantunya, dengan harapan memperoleh
              Sang Putri sebagai ucapan terima kasih, dan perang pecah semakin
              besar. Ksatria-ksatria lain dan pangeran-pangeran lain cepat atau lambat
              mulai terseret arus perang besar itu, yang di akhir tahun tak lagi jelas
              siapa lawan siapa kecuali semua lawan semua memperebutkan perem-
              puan yang bertahun-tahun menjadi Dewi Kecantikan Halimunda.
              Ke cantikannya bagai kutukan, dan kutukan itu bekerja semakin gila:
              ribuan prajurit terluka sebelum mati, seluruh negeri porak-poranda,
              penyakit dan kelaparan menyerang tanpa ampun, semua karena kecan-
              tikan yang mengutuk tersebut.
                 ”Itu masa yang paling mengerikan,” kata seorang nelayan tua tempat
              Maman Gendeng menginap. ”Lebih mengerikan dari Perang Bubat ke-
              tika Majapahit menyerang kami dengan licik, padahal kau tahu, kami
              tak suka berperang.”
                 ”Aku veteran perang revolusi,” kata Maman Gendeng.
                 ”Itu tak ada apa-apanya daripada perang memperebutkan Rengganis
              Sang Putri.”
                 Si gadis sendiri bukannya tak tahu. Ia mendengar semua kabar
              perang tersebut dari gadis-gadis pelayan yang membisikkannya dari lu-
              bang kunci seperti Destarata yang buta mendengar nasib anak-anaknya
              di medan perang Kurusetra. Si Cantik Kecil itu tampak begitu men-

                                           114





        Cantik.indd   114                                                  1/19/12   2:33 PM
   116   117   118   119   120   121   122   123   124   125   126