Page 116 - Cantik Itu Luka by Eka Kurniawan
P. 116

man Gendeng menjejerinya. Ia mencoba memberanikan diri, setelah
                 melihat senyum manis si gadis yang membuat lesung pipitnya muncul,
                 untuk me ngatakan isi hatinya dan bertanya, apakah ia mau jadi istrinya.
                    Nasiah baru berumur tiga belas tahun. Entah usia belianya atau
                 hal lain yang kemudian membuatnya secara tiba-tiba tercekat, men-
                 jatuhkan bakulnya dan lari tanpa pamit ke rumahnya seperti gadis kecil
                 yang ketakutan lihat orang gila. Hanya Maman Gendeng yang meman-
                 dang kepergiannya, serta ikan layang yang berserakan, dan menyesal
                 setengah mati telah mengatakan cintanya. Tapi itu sama sekali tak
                 membuat langkahnya mundur. Cinta telah mem be rinya dorongan yang
                 tak diberikan oleh apa pun. Maka ia memunguti ikan-ikan itu dan
                 membawa bakulnya, berjalan dengan langkah penuh kepastian, menuju
                 rumah si gadis. Ia akan melamarnya secara baik-baik pada ayahnya.
                    Di depan rumah si gadis, ia mendapati Nasiah berdiri dengan se-
                 orang lelaki kurus kecil dengan sebelah kaki invalid. Ia tak me ngenal
                 pemuda itu. Ia hanya tahu sedikit desas-desus bahwa kedua kakak
                 lelakinya mati dalam gerilya, dan ayahnya seorang nelayan tua. Tak
                 pernah ia dengar tentang pemuda satu kaki yang kurus bagaikan ke-
                 laparan selama berbulan-bulan. Ia berdiri di depan mereka, mencoba
                 tersenyum dan meletakkan bakul di dekat kaki Nasiah. Dadanya
                 bergemuruh, bagaimanapun, oleh api cemburu yang tak juga tenang.
                 Hanya keberanian atau ketololannyalah yang kemudian membuatnya
                 mengatakan hal yang sama.
                    ”Nasiah, maukah kau jadi istriku?” tanyanya dengan wajah pe nuh
                 permohonan. ”Jika perang selesai, aku akan mengawinimu.”
                    Gadis kecil itu malahan menangis dan menggeleng.
                    ”Tuan Gerilya,” kata si gadis terbata-bata. ”Tidakkah kau lihat le laki
                 di sampingku? Ia begitu lemah, memang. Ia tak mungkin per gi ke laut
                 buat cari ikan, dan apalagi pergi berperang seperti Tuan. Tuan bisa mem-
                 bunuhnya dengan sangat mudah, dan Tuan bisa dapatkan aku semudah
                 Tuan menenteng seekor ikan layang. Tapi jika itu terjadi, izin kanlah aku
                 mati bersamanya, sebab kami saling mencintai dan tak ingin dipisahkan.”
                    Pemuda kurus itu hanya diam saja, menunduk dan tak pernah meng-
                 angkat wajahnya. Maman Gendeng dibuat patah hati dalam seketika.
                 Ia mengangguk pelan, dan berjalan pergi meninggalkan rumah tersebut,

                                             109





        Cantik.indd   109                                                  1/19/12   2:33 PM
   111   112   113   114   115   116   117   118   119   120   121