Page 115 - Cantik Itu Luka by Eka Kurniawan
P. 115

satu tuduhan yang tak terbantah bahwa ia merupakan seorang antek
              orang-orang Belanda. Maman Gendeng harus menunda pembalasan
              dendamnya selama tiga tahun, dan selama penantian tersebut ia masuk
              tentara, sambil terus mencari ke beradaan musuh utamanya, orang yang
              telah mengusir dan membunuh ibunya. Bagaimanapun ia tak pernah
              bisa melampiaskan dendamnya, sebab ia menemukan ayahnya telah
              mati dieksekusi oleh sederet regu tembak dari tentara rakyat. Ia hanya
              melihat mayatnya, dan tak pernah sudi untuk menguburkannya.
                 Selepas Jepang pergi dan republik berdiri, dan ketika perang revolusi
              dimulai, ia bergabung dengan salah satu gerilyawan tentara rakyat, dan
              tinggal di kota-kota kecil pesisir utara. Mereka tinggal di rumah-rumah
              nelayan pada siang hari, dan pergi ke front pada malam hari. Tak ada
              yang menarik dari masa-masa itu, sebab pertempuran tak selalu hebat
              dan tentara-tentara KNIL milik orang-orang Belanda itu lebih sering
              me menangkan pertempuran dan men desak para gerilyawan ke daerah
              pedalaman, kecuali satu saja: kenangannya pada seorang gadis nelayan
              ber nama Nasiah. Ia seorang gadis mungil, dengan lesung pipit di pipi-
              nya, berkulit hitam manis. Lelaki itu telah sering melihatnya jika ia
              ber jalan-jalan sepanjang pan tai guna mengumpulkan sisa-sisa ikan un-
              tuk makan sore. Ia gadis yang ramah, tersenyum pada para gerilyawan
              itu dengan se nyumnya yang paling manis, dan kadang ia datang secara
              diam-diam untuk membawa makanan apa pun yang dimilikinya.
                 Tak banyak yang ia ketahui tentang gadis itu, kecuali namanya.
              Tapi ia telah membuatnya begitu hidup, bertekad untuk meng hentikan
              se mua ambisi pengembaraannya untuk sekadar bisa bersama dengan-
              nya, dan ia bahkan berjanji akan memenangkan semua perang agar
              bisa hidup bersamanya. Teman-temannya mulai menyadari kisah cinta
              yang terpendam itu, dan mulai menghasutnya agar memintanya secara
              baik-baik pada gadis tersebut. Maman Gendeng tak pernah bicara de-
              ngan perempuan mana pun, terutama untuk urusan seserius itu, kecuali
              dengan perempuan-perempuan pelacur waktu zaman Jepang. Tiba-tiba
              ia menyadari bahwa menghadapi si gadis mungil Nasiah jauh lebih me-
              ngerikan daripada menghadapi sederet regu tembak Belanda. Namun
              ketika satu kesempatan baik tiba, waktu itu ia melihat Nasiah berjalan
              seorang diri mendekap bakul berisi ikan segar pulang ke rumahnya, Ma-

                                           108





        Cantik.indd   108                                                  1/19/12   2:33 PM
   110   111   112   113   114   115   116   117   118   119   120