Page 131 - Cantik Itu Luka by Eka Kurniawan
P. 131

penjelasan. Ia seorang perempuan cantik, waktu itu masih berumur tiga
              puluh lima tahun, dengan kegemaran me rawat tubuhnya dengan baik.
              Ia memiliki kebiasaan berendam di air hangat setiap pagi, menggosok
              tubuhnya dengan sabun bersulfur, dan sebulan sekali berendam di air
              larutan rempah-rempah yang hangat. Legenda kecantikannya nyaris
              me nyamai reputasi leluhur kota itu, dan satu-satunya alasan kenapa tak
              ada perang mem pe re but kannya, adalah karena ia seorang pelacur dan
              semua orang bisa me nidurinya asalkan ada uang untuk itu.
                 Sang pelacur nyaris tak pernah muncul di tempat umum, kecuali
              selewatan ketika ia duduk di dalam becak saat senja hari pergi ke rumah
              pelacuran Mama Kalong dan di pagi hari ketika ia pulang ke rumah.
              Selain itu, mungkin waktu-waktu sejenak ketika ia membawa anak-
              anak gadisnya melihat bioskop, pasar malam, dan tentu saja ketika
              ia harus memasukkan mereka ke sekolah. Kadang-kadang ia pergi ke
              pasar, dan itu sangat langka sekali. Di tempat umum, orang asing tak
              akan mengenalinya sebagai pelacur, sebab ia akan me nge nakan gaun
              yang jauh lebih sopan dari siapa pun, melangkah se anggun gadis-gadis
              istana, dengan keranjang belanjaan dan payung di tangan yang lain.
              Bahkan ia mengenakan gaun tebal yang hangat dan tertutup di rumah
              pelacuran, dan lebih banyak duduk membaca buku-buku wisata kege-
              marannya di sudut kedai minum daripada menggoda lelaki di pinggir
              jalan: itu bukan bagiannya.
                 Rumahnya berada di bagian kota lama, di masa kolonial meru pakan
              daerah permukiman orang-orang Belanda pegawai perkebunan, merupa-
              kan warisan dari keluarganya sendiri yang melarikan diri ketika Jepang
              datang. Letaknya persis di kaki bukit kecil yang meng hadap ke laut,
              di belakangnya perkebunan cokelat dan kelapa yang masih tetap ada.
              Ia memperolehnya kembali setelah orang-orang Jepang merampasnya
              dengan membelinya dari seseorang yang memperolehnya entah dengan
              cara apa, dan merenovasinya setelah satu pasukan gerilyawan tentara
              revolusioner menghancurkannya. Ia sebenarnya tak suka tinggal di sana,
              membelinya lebih karena ke nangan masa lalu, namun juga tersiksa oleh
              nostalgia tersebut. Ada perumahan baru sedang dibangun di pinggir
              Sungai Rengganis, dan ia telah memesannya dan berharap tahun depan
              bisa pindah ke sana.

                                           124





        Cantik.indd   124                                                  1/19/12   2:33 PM
   126   127   128   129   130   131   132   133   134   135   136