Page 134 - Cantik Itu Luka by Eka Kurniawan
P. 134

Ia mengatakan itu dengan roman penuh nostalgia terhadap ta-
                 hun-tahun yang telah lewat, sebab ia telah menjadi pelacur sejak masa
                 pen dudukan Jepang. Banyak hal yang sedih telah ia alami, namun ia
                 juga mengalami masa-masa yang menyenangkan, meskipun tak banyak.
                 ”Semua perempuan itu pelacur, sebab seorang istri baik-baik pun men-
                 jual kemaluannya demi mas kawin dan uang belanja, atau cinta jika itu
                 ada,” katanya.
                    ”Aku bukannya tak percaya bahwa cinta itu ada dan sebaliknya aku
                 melakukan semua ini dengan penuh cinta,” ia masih melanjutkan. ”Aku
                 lahir dari keluarga Katolik Belanda dan jadi orang Katolik sebelum
                 membaca syahadat dan jadi orang Islam di hari perkawinan pertamaku.
                 Aku pernah kawin sekali dan pernah jadi orang beragama, tapi kini
                 aku kehilangan semuanya. Namun bukan berarti aku kehilangan cinta.
                 Menjadi seorang pelacur kau harus mencintai se galanya, semua orang,
                 semua benda: kemaluan, ujung jari, atau kaki sapi. Aku merasa jadi
                 se orang santa sekaligus suf .”
                    ”Sebaliknya, cinta membuatku sangat menderita,” kata sang preman.
                    ”Kau bisa mencintaiku,” kata Dewi Ayu lagi. ”Tapi kau jangan ber-
                 harap terlalu banyak dariku, sebab itu tak ada hubungannya de ngan
                 cinta.”
                    ”Bagaimana mungkin aku mencintai seseorang yang tak men-
                 cintaiku?”
                    ”Kau harus belajar, Preman.”
                    Menandai kesepakatan di antara mereka, Dewi Ayu mengulurkan
                 tangannya dan Maman Gendeng mencium ujung jarinya. Kesepakat-
                 an itu membuat senang keduanya, dan meskipun mereka tak tinggal
                 serumah, hal itu membuat mereka tampak seperti sepasang pengantin.
                 Bahkan ketika Maman Gendeng mengenal anak-anak gadis pelacur
                 itu, yang mewarisi kecantikan ibunya secara sempurna, ia bergeming
                 untuk tetap mencintai ibu mereka. Juga usia muda mereka tak memberi
                 apa pun baginya: Alamanda berumur enam belas tahun dan Adinda
                 ber umur empat belas tahun, itu hanya sekadar angka-angka. Bahkan
                 ia akan berkata pada semua orang: ”Akan kubunuh siapa pun yang
                 meng ganggu gadis-gadis itu.”
                    Bahkan, bagaikan sebuah keluarga, mereka mulai sering terlihat di

                                             127





        Cantik.indd   127                                                  1/19/12   2:33 PM
   129   130   131   132   133   134   135   136   137   138   139