Page 143 - Cantik Itu Luka by Eka Kurniawan
P. 143
shodancho, dan ketika rencana pemberontakan akhirnya ditetapkan,
ia memimpin sendiri gerakan tersebut. Ada delapan shodancho dengan
anggota-anggota bundanchonya masing-masing me nyatakan bergabung,
serta dua chudancho menjadi penasihat ge rilya. Daidanchonya menge-
tahui rencana tersebut, namun memilih angkat tangan dan tak ikut
cam pur. ”Aku bukan penggali kubur,” kata Sang Daidancho, ”terutama
untukku sendiri.”
”Kugalikan kuburan untukmu, Daidanchodono,” kata Sang Sho dan-
cho sebelum mempersilakannya meninggalkan rapat rahasia mereka.
”Ia lebih suka membusuk di balik meja,” katanya pada ang gota rapat
sete lah Sang Daidancho pergi.
Ia membentangkan sebuah peta Halimunda sederhana, dan me mulai
rencana besar mereka. Di tempat-tempat tertentu, di mana orang-
orang Jepang bermarkas, ia memberi tanda dengan sandi-sandi pasukan
Ku rawa, dan untuk pasukannya sendiri, ia memberi sandi Pandawa.
Mereka menyukai gagasan tersebut, meskipun Sang Shodancho segera
mengingatkan, ”Tak ada Bhisma yang tak bisa mati dan tak ada Yudis-
tira yang tak bisa berbohong: semua orang bisa mati dan harus hidup
meskipun dengan cara berbohong.” Ke tika kecil kakeknya mendongengi
lelaki itu dengan kisah-kisah pahlawan Mahabharata, dan hidup de-
ngan semangat perang yang meletup-letup hingga banyak orang sering
berkomentar, ”Ia se ha rusnya jadi Komandan Tentara Keenam Belas.”
Kenyataannya, rapat-rapat rahasia itu membutuhkan waktu enam
bulan sebelum mereka cukup yakin bisa melakukan pemberontakan.
Mereka menghitung berapa senjata dan sebanyak apa amunisi yang
dimiliki, rencana-rencana pelarian jika gagal, dan target-target jika kota
Halimunda berhasil dikuasai. Beberapa kurir dikirim untuk memperoleh
dukungan dari beberapa Daidan lain, sebab tanpa me reka, keberhasil-
an pemberontakan hanya akan bertahan dalam beberapa hari. Ketika
segalanya telah matang, rangkaian pertemuan gelap itu berakhir di
awal bulan Februari: pemberontakan sendiri akan dilaksanakan pada
pertengahan bulan itu juga, tanggal empat belas.
”Mungkin aku tak akan pernah kembali,” katanya ketika ia harus
berpamitan pada kakeknya. ”Atau pulang sebagai bangkai.”
Mendekati hari pemberontakan ia mengumpulkan senapan dan
mesiu secukupnya, dan memastikan obat-obatan telah disebar di
136
Cantik.indd 136 1/19/12 2:33 PM