Page 147 - Cantik Itu Luka by Eka Kurniawan
P. 147

Jepang dan Peta yang mengejar mereka terkecoh, meng ang gap mereka
              akan terus melakukan perjalanan ke arah timur dan ber gabung dengan
              pemberontak dari daidan lain, sebagaimana yang telah direncanakan.
              Sang Shodancho telah memperhitungkan dengan cepat: pemberontakan
              gagal. Jepang telah mendengarnya begitu cepat, sementara daidan-
              daidan lain urung membantu. Cara terbaik adalah lari ke hutan terdekat
              dengan kota, mempersiapkan perang gerilya yang sesungguhnya.
                 Mereka bersembunyi di sebuah gua, selama beberapa hari tanpa men-
              coba menampakkan diri di daerah terbuka, sebab para nelayan bisa me-
              lihatnya dari tengah laut. Seorang kurir telah dikirim untuk menge tahui
              keadaan pasukan barat, dan situasi kota secara umum. Ia kembali dengan
              berita buruk: tentara Jepang dan Peta mengurung pertahanan mereka
              dan mengobrak-abrik hutan persembunyian itu. Hanya para perampok
              yang dibiarkan melarikan diri, sementara semua pemberontak ditangkap
              hidup-hidup setelah pertempuran hebat selama satu hari satu malam.
              Mereka bahkan tetap tak menyerah meskipun mesiu telah habis dan
              yang tersisa hanya sangkur dan bambu runcing. Atas kekeras kepalaan
              mereka, enam puluh orang prajurit yang tersisa, termasuk Shodancho
              Bagong dan chudancho penasihatnya, akan dieksekusi pada tanggal 24
              Februari di halaman depan daidan.
                 Sang Shodancho turun gunung menyamar sebagai kere, pengemis
              kurus dengan pakaian gombal dan dipenuhi kudis. Penyamaran itu
              tidaklah begitu sulit, setelah hampir sepuluh hari bergerilya, ia tak jauh
              beda dengan kere sesungguhnya. Dengan rambut yang kaku, ia masuk
              ke kota dan tak seorang pun mengenalinya. Ia berjalan sepanjang tro-
              toar, dengan tangan menggenggam kaleng bekas berisi sebutir batu yang
              ia goncangkan perlahan. Di depan markas daidan, ia berhenti di bawah
              pohon f amboyan di seberang jalan, dan melihat eksekusi tersebut. Satu
              per satu, enam puluh orang tanpa sisa, ditembak mati. Mayat-mayat itu
              kemudian dilemparkan ke dalam truk dan mereka ditinggalkan begitu
              saja di depan rumah penggali kubur.
                 ”Jangan pernah berniat mati untuk dilupakan,” katanya pada prajurit
              tersisa yang masih menemani, ketika mereka mengibarkan bendera
              dalam duka cita di kubu gerilya. ”Meskipun percayalah, tak banyak
              orang bersedia mengingat apa pun yang bukan urusannya.”

                                           140





        Cantik.indd   140                                                  1/19/12   2:33 PM
   142   143   144   145   146   147   148   149   150   151   152