Page 151 - Cantik Itu Luka by Eka Kurniawan
P. 151

dan orang Cina penjual bakpau melaju dengan sepeda tak terkendali
              sebelum terguling menabrak pintu toko. Mereka memandang truk yang
              lewat itu dengan tak percaya, ke mu dian memunguti kertas-kertas yang
              bertebaran dan membacanya. Kegembiraan mulai pecah ketika anak-
              anak sekolah mulai menari-nari di pinggir jalan, dan orang-orang de-
              wasa kemudian mengikuti mereka.
                 Orang-orang Jepang keluar dari kantor-kantor mereka, termasuk ko-
              mandan tentara, Sang Sidokan. Mereka dibuat tak berdaya me ngetahui
              apa yang terjadi, dan tak melakukan perlawanan apa pun ketika para
              prajurit Peta dari daidan muncul melucuti senjata me reka. Tanpa upa-
              cara yang semestinya, sebagaimana sebelumnya sering dilakukan, mereka
              menurunkan Hinomaru sambil mem ban tingnya ke muka orang-orang
              Jepang, ”Makan bendera celaka ini!” lalu menggantinya dengan Merah
              Putih dalam upacara yang khidmat, sambil menyanyikan Indonesia Raya.
                 Orang-orang mulai berkerumun di lapangan bola, kurus-ke rem peng
              dengan pakaian gombal, tapi tampak berbinar-binar. Tak per nah dalam
              hidup mereka, juga tak pernah diceritakan oleh nenek moyang mereka,
              bahwa ada yang namanya merdeka. Tapi hari itu mereka mendengarnya:
              Indonesia merdeka, dan tentu juga Halimunda. Sang Shodancho me-
              mim pin upacara pengibaran bendera di sore hari, sambil membacakan
              ulang teks proklamasi, sementara para penduduk itu duduk bersila di
              atas rumput dan hanya anggota militer mengikuti upacara dengan sikap
              berdiri tegak. Sejak tahun itu hingga bertahun-tahun kemudian, hanya
              anak sekolah dan tentara melaksanakan upacara peringatan proklamasi
              setiap tanggal 17 Agustus, namun para penduduk melakukan upacara
              mereka sendiri, dan anak-anak sekolah serta tentara akhirnya ikut juga,
              pada tanggal 23 September. Di hari itu mereka tak hanya menghormati
              bendera dan membacakan teks proklamasi serta menyanyikan Indonesia
              Raya, tapi saling mengirim rantang makanan dan mengadakan pasar
              malam. Dan jika ada orang asing bertanya, bahkan kemudian jika
              guru bertanya pada anak sekolah, kapan Indonesia merdeka, mereka
              akan bilang, ”23 September.” Beberapa usaha pernah dilakukan oleh
              peme rintah pusat untuk mengatasi kekeliruan tersebut dan menje-
              laskan soal keterlambatan informasi di tahun 1945, tapi penduduk
              Hali munda bahkan rela mati untuk tetap berpegang teguh merayakan

                                           144





        Cantik.indd   144                                                  1/19/12   2:33 PM
   146   147   148   149   150   151   152   153   154   155   156