Page 184 - Cantik Itu Luka by Eka Kurniawan
P. 184
Salim digeletakkan di tengah jalan. Ia masih mengenakan topi pet pem-
beriannya itu, yang kelak bertahun-tahun kemudian ia pergunakan juga
di hari tentara hendak mengeksekusinya, berdiri di antara orang-orang
yang berdatangan melihat mayat berhias tiga lubang peluru. Darahnya
masih tercecer di mana-mana. Seorang prajurit mem banjurnya dengan
minyak tanah, dan prajurit yang lain melemparkan api. Seketika mayat
itu terbakar, baunya seperti rusa panggang.
”Siapa orang itu?” tanya seorang lelaki.
”Yang jelas bukan babi,” kata Kliwon.
Bocah itu menungguinya sampai api padam dan prajurit-prajurit
itu menghilang. Ia mengumpulkan abunya, memasukkannya ke dalam
kotak kecil dan membawanya pulang. Ibunya dibuat khawatir oleh
perlakuan berlebihan yang diperlihatkan Kliwon, dan berkomentar abu
mayat itu akan membawa malapetaka.
”Dan lepaskan topi pet itu.”
Ia melepaskan topi pet tersebut dan meletakkannya di atas meja,
sementara ia sendiri naik ke tempat tidur.
”Puji Tuhan,” kata ibunya, ”Kau anak yang manis.”
”Jangan salah sangka, Mama,” kata Kliwon. ”Aku melepaskan topi
itu karena semalaman aku melek dan sekarang ingin tidur.”
Ia duduk di trotoar depan sebuah toko tutup, mencabik-cabik poster
iklan rokok yang dirobeknya secara serampangan dari dinding toko.
Sam bil merenungkan kemalangan cintanya, ia memandang mobil-mobil
yang lewat, bertanya pada diri sendiri apakah ada orang yang lebih ma-
lang daripada dirinya. Ibu dan sahabat-sahabatnya telah menyuruhnya
untuk menghibur diri sendiri, dan ia menampik de ngan mengatakan
bahwa tak satu hal pun bisa menghiburnya, kecuali ia memperoleh
cinta gadis kecil itu.
”Pergilah mencari orang-orang yang lebih malang darimu,” kata
Mina akhirnya, ”Mungkin dengan cara begitu kau akan sedikit ber-
baha gia.”
Hal pertama yang ia ingat adalah ayahnya dan Kamerad Salim,
keduanya mati dieksekusi. Itu kecerobohan Mina, yang tak berpikir
pe rintahnya akan membuat Kliwon teringat pada kedua orang itu.
177
Cantik.indd 177 1/19/12 2:33 PM