Page 276 - Cantik Itu Luka by Eka Kurniawan
P. 276

tembang diganti belaka dengan lagu Internationale, dan semua doa pe-
                 nutup diganti dengan, ”Kaum buruh sedunia, bersatulah!”
                    ”Aku seperti seorang misionaris yang tengah menyebarkan agama
                 baru,” kata Kamerad Kliwon, tertawa kecil kepada teman-temannya di
                 markas Partai. ”Dengan Manifesto sebagai kitab sucinya.”
                    ”Itulah pokok soal pertentangan komunis dan semua agama di
                 dunia: berebut umat.”
                    Itu waktu-waktu yang sangat sibuk untuk Kamerad Kliwon. Selain
                 pengorganisiran dan propaganda, ia juga mulai mengajar di sekolah par-
                 tai, memberi kursus-kursus politik untuk kader-kader baru, sementara ia
                 juga masih pergi ke laut dan mengurusi Serikat Nelayan. Tapi tampak nya
                 ia begitu menikmati semua aktivitasnya, hingga ketika Partai kembali
                 menawarinya sekolah, kali ini ke Moskow, ia menolaknya dan memilih
                 untuk tetap berada di Halimunda.
                    Satu-satunya saat ia bersantai adalah pagi hari selepas pulang dari
                 laut. Ia akan duduk di depan gubuk mereka membaca tiga buah koran,
                 ketiga-tiganya telah membanggakan diri bisa datang ke Halimunda
                 sepagi sebelum sarapan. Ia membaca Harian Rakyat, koran milik Partai
                 Komunis; Bintang Timur, koran milik partai lain yang mereka sebut-
                 sebut sebagai ”kawan”, dan satu koran lokal Partai Komunis yang terbit
                 di Bandung. Ia membaca koran-koran tersebut sambil minum kopi,
                 sebelum pergi mandi di sumur belakang gubuk yang hanya berdinding
                 belukar pandan, sarapan pagi dan ke mudian tidur sampai siang hari.
                    Ia sedang melakukan rutinitas paginya ketika suatu hari melihat
                 serombongan anak-anak sekolah, semuanya anak-anak gadis berjumlah
                 tujuh orang, berjalan di atas pasir ke arah timur. Kamerad Kliwon hanya
                 menoleh sekilas ke arah mereka sambil menyebut gadis-gadis itu sebagai
                 anak-anak nakal yang berkeliaran di jam sekolah. Adalah hal biasa
                 melihat banyak anak sekolah yang bosan pada guru atau pelajaran se-
                 kolah melarikan diri ke pantai, maka Kamerad Kliwon tak ambil peduli
                 dengan gadis-gadis itu dan kembali pada kopi serta koran-korannya.
                 Tapi belum juga ia menyelesaikan satu berita di halaman satu yang
                 bersambung ke halaman delapan, ia mendengar keributan yang berasal
                 dari arah anak-anak gadis itu (tak mungkin dari tempat lain karena
                 pada pukul sembilan pagi pantai biasanya sepi), mendengar mereka

                                             269





        Cantik.indd   269                                                  1/19/12   2:33 PM
   271   272   273   274   275   276   277   278   279   280   281