Page 271 - Cantik Itu Luka by Eka Kurniawan
P. 271

mendengar drama semacam itu (meskipun sesungguhnya ia telah tahu
              peristiwa tersebut) dan mengajukan pendapat bahwa tak seharusnya
              memang merebut kekasih orang lain. Sebab ia pun pernah merasa be-
              gitu sakit hati ketika mendengar Sang Shodancho meniduri Dewi Ayu.
              Mendengar hal itu Sang Shodancho memerah mukanya, lalu matanya
              berkaca-kaca bagaikan anak kecil kehilangan ibunya.
                 ”Aku orang sial yang kesepian di dunia yang hiruk-pikuk ini,” kata-
              nya. ”Aku masuk latihan militer Jepang di pasukan Seinendan pa da
              umur belasan tahun sebelum jadi shodancho. Memberontak me lawan
              mereka dalam satu gerilya berbulan-bulan sebelum mendengar mereka
              menyerah. Hidupku dihabiskan dari satu perang ke perang lain, bahkan
              perang melawan babi. Aku lelah dengan semua itu.” Maman Gendeng
              memberikan saputangan yang selalu diselipkan Maya Dewi ke saku
              celananya pada Sang Shodancho, dan Sang Shodancho mengeringkan
              matanya yang basah. ”Aku ingin hidup sebagaimana orang lain. Men-
              cintai dan dicintai.”
                 ”Kau begitu dicintai anak buahmu,” kata Maman Gendeng.
                 ”Dan kau tahu aku tak mungkin mengawini mereka.”
                 ”Paling tidak sekarang kita sama-sama punya istri yang begitu
              cantik.”
                 ”Tapi malang bagiku, aku kawin dengan seorang perempuan yang
              pernah mencintai lelaki lain, dan cinta seperti itu mungkin tak mudah
              untuk hilang.”
                 ”Mungkin benar,” kata Maman Gendeng. ”Aku pernah lihat lelaki
              itu, Kamerad Kliwon, di depan gerombolan nelayan. Ia sangat simpatik
              dan bersusah-payah memikirkan nasib buruk orang lain. Aku kadang
              merasa iri hati kepadanya, dan kadang berpikir ia adalah satu-satunya
              orang di kota ini yang memandang masa depan dengan penuh harap -
              an.”
                 ”Begitulah orang komunis,” kata Sang Shodancho. ”Orang-orang
              malang yang tak tahu bahwa dunia telah ditakdirkan menjadi tempat
              sebusuk-busuknya. Itulah satu-satunya alasan kenapa Tuhan menjanji-
              kan sorga sebagai penghibur manusia-manusia yang malang.”
                 Lalu pembicaraan itu kemudian membuat mereka lupa bahwa hari
              telah menjadi gelap. Ketika mereka menyadarinya mereka segera berdiri

                                           264





        Cantik.indd   264                                                  1/19/12   2:33 PM
   266   267   268   269   270   271   272   273   274   275   276