Page 269 - Cantik Itu Luka by Eka Kurniawan
P. 269

Maman Gendeng berpikir sejenak dan tampaknya ia tak keberatan
              memotong sedikit apa yang diperoleh anak buahnya dengan janji bahwa
              para prajurit itu tak akan mengganggu mereka apa pun yang terjadi,
              ber sepakat hidup damai saling menguntungkan.
                 Kesepakatan itu akhirnya dicapai setelah bisik-bisik yang tak dide-
              ngar orang-orang seluruh pasar yang hanya melihat mulut me reka
              ber gerak-gerak. Mereka memandang dengan penuh rasa penasaran,
              namun semuanya tiba-tiba selesai dan orang-orang terdekat Maman
              Gendeng serta Sang Shodancho segera menyebar memberita hukan
              bahwa gencatan senjata mulai berlaku sejak pukul empat sore itu juga.
              Para prajurit harus kembali ke pos mereka masing-masing dan begitu
              pula para preman kembali ke tempat tongkrongan mereka. Yang terting-
              gal kini hanyalah Maman Gendeng dan Sang Shodancho yang masih
              duduk di kursi mereka di tengah pasar, sama-sama menarik napas lega
              seolah telah terbebas dari mulut harimau, bersandar ke sandaran kursi
              sampai Sang Shodancho bertanya:
                 ”Apakah kau bisa bermain truf?”
                 ”Aku sering memainkan truf bersama sahabat-sahabatku di kursi
              tunggu penumpang terminal bis,” jawab Maman Gendeng.
                 Maka mereka mengundang si penjual ikan asin dan si kuli ang kut
              untuk menemani mereka bermain truf dan itulah awal persahabatan
              mereka yang aneh di meja permainan kartu. Banyak persoalan yang
              melanda para prajurit dan preman diselesaikan ke duanya di sana secara
              diam-diam. Bayarannya tak terlampau mahal: mereka hanya kehilang-
              an beberapa uang logam jika kalah dan tak seberapa menyenangkan
              jika memenangkan permainan. Selepas itu mereka memulai kebiasaan
              baru untuk bertemu di meja yang sama sekitar tiga kali dalam seminggu
              bahkan sampai bertahun-tahun ke mudian. Bukan rahasia bagi mereka
              jika keduanya selalu berusaha saling mencurangi dan saling menga-
              lah kan. Kadang-kadang mereka bermain dengan suami si pedagang
              pakaian, dengan tukang obat, kuli angkut, tukang becak, tukang jagal
              daging, pedagang ikan asin, pengantar barang, atau siapa pun yang bisa
              ditemui di pasar dan tahu bagaimana memainkan permainan kartu truf.
                 Tapi jika Sang Shodancho ada di sana maka Maman Gendeng juga
              ada di sana, dan begitu pula sebaliknya. Satu persahabatan yang aneh,

                                           262





        Cantik.indd   262                                                  1/19/12   2:33 PM
   264   265   266   267   268   269   270   271   272   273   274