Page 265 - Cantik Itu Luka by Eka Kurniawan
P. 265

Gendeng datang ke kantor rayon militer, permusuhan telah tertanam
              begitu abadi jauh di dalam diri mereka. Hal ini diperparah oleh kenya-
              taan bahwa para preman anak buah Maman Gendeng selalu memiliki
              banyak masalah dengan para prajurit, terutama prajurit-prajurit anak
              buah Sang Shodancho.
                 Prajurit-prajurit itu tak suka membayar di tempat pelacuran, pa dahal
              para preman ada di sana untuk menghadang siapa saja yang meniduri
              pelacur tanpa membayar. Mereka, para prajurit itu, juga tak suka bayar
              di kedai-kedai minum. Sebenarnya pemilik kedai minum tak terlalu
              men jadikan hal itu masalah, sebab mereka tak pernah minum terlalu
              banyak, tapi para preman penghuni kedai mi num merasa itu menampar
              pipi mereka. Belum lagi urusan-urusan di mana rayon militer kadang
              menangkap salah satu dari mereka, hanya karena kedapatan mabuk
              dan melempar kaca toko, dan memukuli orang itu di belakang kantor
              mereka sebelum mele pas kannya dalam keadaan babak belur. Itu semua
              memancing per kelahian-perkelahian kecil di antara prajurit-prajurit
              Sang Shodancho dengan gerombolan Maman Gendeng.
                 Namun sejauh ini masalah-masalah tersebut selalu bisa dise le saikan.
              Jika seorang preman ditangkap prajurit dan dihajar hingga babak belur,
              gerombolan itu akan menangkap seorang prajurit yang lewat di jalan
              dan menghajarnya beramai-ramai di kebun cokelat. Jika salah satu
              preman ditangkap dan ditahan, Maman Gendeng akan datang untuk
              membebaskannya dengan sedikit tebusan uang un tuk menyogok mulut
              prajurit-prajurit tersebut. Di antara per selisihan tersebut, adalah para
              polisi yang lebih suka duduk di pos mereka masing-masing dan angkat
              tangan untuk semua urusan itu.
                 Banyak penduduk kota berharap Sang Shodancho bisa me nye lesai-
              kan musuh masyarakat itu dengan segera, namun sebagaimana terjadi
              pada Edi Idiot beberapa waktu lalu, harapan mereka hanyalah omong
              kosong. Terutama di hari-hari belakangan ketika Sang Shodancho
              harus menghadapi keadaan keluarganya sendiri yang ber masalah, serta
              tuntutan-tuntutan Serikat Nelayan atas bisnis penangkapan ikannya.
              Ia sama sekali tak ada waktu untuk memikirkan Maman Gendeng dan
              teman-temannya. Itu adalah waktu-waktu di mana popularitas Sang
              Shodancho sebagai pahlawan kota anjlok sampai tingkat ketidak-

                                           258





        Cantik.indd   258                                                  1/19/12   2:33 PM
   260   261   262   263   264   265   266   267   268   269   270