Page 261 - Cantik Itu Luka by Eka Kurniawan
P. 261

kawat per, dan kelambu nyamuk warna merah muda terpasang berlipat-
              lipat. Dinding kamar dipenuhi hiasan kertas krep dan bunga-bunga tiru-
              an. Tapi sesungguhnya itu semua sia-sia sebab pasangan pengantin itu tak
              pernah sungguh-sungguh mem per oleh malam pertama mereka saat itu.
                 Maya Dewi telah mengenakan pakaian tidurnya dan melompat
              ke atas tempat tidur baru tersebut dengan keriangan kekanak-ka nak-
              annya. Ia nyaris melompat-lompat di atas kasur untuk menguji per nya,
              persis sebagaimana dilakukan ibunya bertahun-tahun lalu di tempat
              pelacuran orang-orang Jepang. Ketika ia sudah lelah me nga gumi kasur
              dan kamarnya yang semarak, ia berbaring memeluk gu ling menanti
              pengantinnya datang. Maman Gendeng muncul dalam kekikukan yang
              tak dapat ditafsirkan. Ia tidak langsung melompat ke atas tempat tidur,
              merengkuh tubuh istrinya dan me merkosanya tanpa ampun sebagai-
              mana kebanyakan pengantin baru akan melakukannya secara sembrono,
              sebaliknya ia justru menarik kursi ke samping tempat tidur dan duduk
              di atasnya. Ia me mandang wajah gadis kecil itu dengan tatapan seorang
              lelaki yang melihat kekasihnya mati, mengakui kecantikan kecilnya
              begitu memesona, satu hal yang tak pernah ia perhatikan sebelumnya.
              Rambutnya hitam mengilau, mengembang di bawah kepalanya di atas
              permukaan bantal. Matanya yang balas menatap dirinya begitu jernih
              dan kekanak-kanakan. Hidung dan bibirnya dan segalanya begitu me-
              nakjubkan. Tapi lihatlah, semuanya masih begitu mungil. Tangannya
              masihlah tangan seorang gadis kecil, begitu pula betisnya. Bahkan ia bisa
              melihat di balik pakaian tidur itu dadanya belum juga tumbuh secara
              sempurna. Ia tak mungkin menyetubuhi gadis kecil yang tampak tak
              berdosa seperti itu.
                 ”Kenapa kau diam saja?” tanya Maya Dewi.
                 ”Lalu apa yang harus aku lakukan?” Maman Gendeng balik ber-
              tanya, dalam nada mengeluh.
                 ”Paling tidak dongengilah aku.”
                 Maman Gendeng tak pandai mendongeng, dan ia tak bisa mereka-
              reka sebuah cerita, maka ia mendongeng apa yang pernah ia dengar:
              tentang Putri Rengganis.
                 ”Jika kita punya anak perempuan, berilah ia nama Rengganis,” kata
              Maya Dewi.

                                           254





        Cantik.indd   254                                                  1/19/12   2:33 PM
   256   257   258   259   260   261   262   263   264   265   266