Page 260 - Cantik Itu Luka by Eka Kurniawan
P. 260

”Nak, kau segera akan kawin sebagaimana kakakmu Alamanda,”
                 kata Dewi Ayu.
                    ”Terdengar seolah kawin merupakan hal yang mudah,” kata Maya
                 Dewi.
                    ”Itu benar. Yang sulit adalah bercerai.”
                    Kemudian Maman Gendeng muncul dari dalam kamar dengan wa-
                 jah pucat seorang pejalan tidur, duduk di kursi dan seketika muncul rasa
                 segan memandang gadis kecil di samping ibunya itu. ”Aku bermimpi,”
                 katanya. Tak seorang pun merespons apa yang ia ucapkan. Baik Dewi
                 Ayu maupun Maya Dewi, keduanya menunggu lelaki itu berkata lebih
                 lanjut. ”Aku bermimpi digigit ular.”
                    ”Itu pertanda baik,” kata Dewi Ayu. ”Kalian akan kawin dan aku
                 akan segera pergi mencari penghulu.”
                    Demikianlah kemudian Maman Gendeng, kira-kira berumur tiga
                 puluh tahun, kawin dengan Maya Dewi yang berumur dua belas ta-
                 hun, di tahun yang sama dengan perkawinan Alamanda dengan Sang
                 Shodancho. Perkawinan itu dilaksanakan dalam satu upacara singkat
                 yang sederhana, namun dimeriahkan oleh pergunjingan orang-orang
                 sekota tentang apa yang sesungguhnya terjadi dalam per kawinan aneh
                 tersebut dan mengapa gadis semuda itu harus kawin. Tapi paling tidak
                 perkawinan itu membuat banyak penduduk Halimunda, yang lelaki
                 tentu saja, berbahagia sebab kini mereka bisa memperoleh Dewi Ayu
                 kembali di rumah pelacuran Mama Kalong.
                    Dewi Ayu mewariskan rumah dan kedua pembantunya pada pe-
                 ngantin baru tersebut, sementara ia dan Adinda pindah ke rumah lain.
                 Mereka membeli rumah di satu perumahan baru dengan rumah-rumah
                 lama peninggalan orang-orang Jepang yang direnovasi. Dewi Ayu
                 menyukai rumah-rumah peninggalan orang Jepang, terutama karena
                 bak mandinya yang besar nyaris menyerupai kolam renang.
                    ”Jika kau pun ingin kawin, katakan saja,” katanya pada Adinda.
                    ”Aku tak setergesa-gesa itu,” kata Adinda. ”Kiamat masih jauh.”
                    Sementara itu, sebelum mereka sungguh-sungguh pindah, Dewi Ayu
                 mempersiapkan kamar pengantin yang megah dengan aroma melati dan
                 anggrek mengambang di udara. Tempat tidurnya baru datang siang tadi
                 dipesan langsung dari toko, kasur terbaik di kota itu dengan teknologi

                                             253





        Cantik.indd   253                                                  1/19/12   2:33 PM
   255   256   257   258   259   260   261   262   263   264   265