Page 257 - Cantik Itu Luka by Eka Kurniawan
P. 257

”Kawin dengan orang yang tak pernah dicintai jauh lebih buruk
              dari hidup sebagai pelacur,” katanya suatu ketika pada si bungsu itu.
                 Dewi Ayu berpikir untuk mengawinkan Maya Dewi secepatnya,
              sebelum ia tumbuh dewasa dan menjadi binal. Selama bertahun-tahun
              ia selalu memecahkan masalah-masalahnya dengan pikiran cepat, dan
              gagasan pertama yang muncul di otaknya selalu merupakan hal yang
              kemudian ia lakukan. Ia tak ingin melihat Maya Dewi tumbuh menjadi
              gadis dewasa dan menerima nasibnya yang tragis sebagaimana dialami
              Alamanda, dan mungkin akan dialami pula oleh Adinda. Tapi ia tak
              tahu dengan siapa ia akan mengawinkan gadis dua belas tahun itu,
              se bab ia pun tak ingin memberikan si bungsu pada sembarang orang.
                 Ia ingin membicarakan hal itu dengan kekasihnya, Maman Gen-
              deng. Suatu hari Minggu, mereka bertiga (sejak beberapa waktu lalu,
              Alamanda dan Adinda tak pernah lagi ikut tamasya bersama mereka)
              pergi ke taman wisata. Di sana mereka bisa ber santai se panjang hari,
              jajan sepuasnya dan memberi makan rusa-rusa jinak serta berakhir de-
              ngan main ayunan. Dewi Ayu melihat Maman Gendeng menggandeng
              tangan Maya Dewi ke sana-kemari, sambil menunjuk burung-burung
              merak yang bersembunyi di belukar, dan melemparkan kacang polong
              pada monyet-monyet yang bergerombol. Dewi Ayu tak peduli pada
              kenyataan bahwa ia seolah mereka abaikan keberadaannya. Keduanya
              berlari ke pinggir tebing laut dan mencoba menghitung burung-burung
              camar yang beterbangan.
                 Ketika mereka akhirnya pulang dan Maya Dewi menghilang bersama
              teman-teman tetangganya, Dewi Ayu akhirnya berkata pada Maman
              Gendeng.
                 ”Kawinlah kalian berdua,” katanya.
                 ”Siapa?” tanya Maman Gendeng. ”Aku dan siapa?”
                 ”Kau dan Maya Dewi.”
                 ”Kau gila,” kata Maman Gendeng. ”Jika ada perempuan yang ingin
              aku kawin, maka itu adalah dirimu.”
                 Dewi Ayu menjelaskan kecemasannya, di udara siang yang hangat
              dengan segelas limun dingin. Mereka duduk berdua di beranda. Debur
              ombak terdengar di kejauhan, dan burung gereja ribut di nok atap ru-
              mah. Telah berbulan-bulan mereka menjadi sepasang kekasih, tepatnya

                                           250





        Cantik.indd   250                                                  1/19/12   2:33 PM
   252   253   254   255   256   257   258   259   260   261   262