Page 252 - Cantik Itu Luka by Eka Kurniawan
P. 252

Ia berada di jalanan kembali, membangun posnya yang abadi di
                 sudut terminal dengan kursi goyang dari kayu mahoni peninggalan
                 orang Jepang tempatnya duduk. Ia mengumpulkan para pengikutnya
                 satu demi satu. Beberapa di antara mereka ia kalahkan dalam perkela-
                 hian, sebagian besar yang lain menjadi pengikut atas kesediaan mereka
                 sendiri. Mereka menarik pajak yang lebih menyesakkan para pemilik
                 toko daripada kewajiban mereka pada petugas pajak kota. Hal yang
                 sama diberlakukan untuk semua bis yang masuk maupun tidak ke ter-
                 minal bis, untuk semua kios di pasar, untuk semua perahu yang mencari
                 ikan ke laut, untuk semua tempat pelacuran dan kedai minum, untuk
                 pabrik es dan minyak kelapa, dan bahkan untuk setiap becak dan dokar.
                 Mereka juga mengantongi sendiri uang parkir.
                    Dengan cepat Edi Idiot dan teman-temannya menjadi teror bagi
                 kota itu. Gerombolan tersebut bisa melakukan apa pun dalam ke adaan
                 mabuk maupun waras: merampok ayam, melempari kaca jendela, meng-
                 ganggu gadis-gadis yang berjalan seorang diri maupun dikawal seluruh
                 keluarga, dan bahkan nyolong sandal di masjid pada setiap waktu salat
                 berjamaah. Burung-burung perkutut kelangenan orang-orang tua lebih
                 sering hilang di waktu-waktu tersebut daripada waktu-waktu yang lain,
                 sebagaimana mereka kehilangan ayam-ayam aduan dan pakaian di tali
                 jemuran.
                    Mereka  juga  menjadi  gangguan  serius  untuk  pemuda-pemuda
                 baik-baik, sebab gerombolan itu bisa tiba-tiba merampas apa pun dari
                 mereka. Mereka telah mengambil banyak gitar milik pemuda-pemuda
                 itu, tak terhitung pencopotan sepatu secara paksa di tengah jalan, dan
                 jangan tanya berapa bungkus rokok yang mereka minta dalam sehari.
                 Beberapa pemuda mungkin mencoba melawan, dan perkelahian akan
                 pecah kembali. Namun gerombolan itu tampak semakin jelas tak per-
                 nah terkalahkan, terutama jika Edi Idiot telah turun tangan sendiri.
                 Beberapa pembunuhan bahkan akhirnya terjadi kembali. Kejengkelan
                 penduduk kota ditambah oleh sikap polisi yang menganggap hal itu
                 sekadar kenakalan anak-anak.
                    ”Ia pasti mati,” kata seseorang mencoba menghibur diri, ”bagaimana-
                 pun ia tinggal dengan Makojah.”
                    ”Masalahnya adalah, kapan ia mati,” yang lain membalas.

                                             245





        Cantik.indd   245                                                  1/19/12   2:33 PM
   247   248   249   250   251   252   253   254   255   256   257