Page 248 - Cantik Itu Luka by Eka Kurniawan
P. 248
pintu rumahnya sebab mereka tahu pertolongan sementara ada di balik
pintu itu. Mereka akan datang dengan mem bungkuk, tersenyum dalam
keramahan yang dibuat-buat, dan wajah memelas yang sesungguhnya.
Makojah mengetahui belaka semua sandiwara tersebut, namun tak
peduli, lagipula itu bagian dari bisnisnya belaka.
Pernah orang bertanya-tanya, ke mana perginya uang yang ia kum-
pulkan. Sebab mereka tak melihat kekayaannya bertambah se dikit pun.
Rumahnya masih sebagaimana bertahun-tahun se be lum nya, kecuali
kadang-kadang seorang tukang mengecat dan memperbaiki kerusakan di
sana-sini. Kehidupan sehari-harinya ti daklah boros. Ia tak punya sanak
famili. Dan terutama ia tak pernah terlihat pergi ke bank untuk me-
nyim pan uang yang diperas dari para penduduk. Mereka mulai berpikir
perawan tua itu pasti menyimpan uang-uangnya di bawah kasur. Maka
dalam satu operasi yang men dadak, pernah suatu malam empat orang
lelaki datang ke rumahnya untuk merampok. Tetangga yang mengeta-
hui perampokan itu hanya diam saja, dan bahkan mencoba menonton
dari balik tirai jendela. Namun Makojah juga tak menjadi histeris,
se baliknya ia diam dan melihat para perampok itu memeriksa semua
tempat di rumahnya. Bagaimanapun mereka tak menemukan uang itu.
Tak ada apa-apa di balik kasur, juga di timbunan abu tungku, tak ada
juga di dalam tong air. Lemari pakaian hanya berisi baju, lemari makan
hanya berisi sepiring nasi dengan kuah wortel. Menyerah sepenuhnya,
keempat perampok bertopeng itu menghentikan pencarian mereka dan
menemui Makojah yang masih berdiri di pintu kamarnya.
”Mana uangmu?” tanya salah satu dari mereka dengan jengkel.
”Dengan senang hati kuberikan padamu,” kata Makojah sambil
ter senyum. ”Bunga empat puluh persen dan kembali dalam se minggu.”
Mereka pergi meninggalkannya tanpa berkata apa pun lagi.
Sejak itu tak seorang pun mencoba kembali merampoknya, ter utama
sejak kehadiran bayi di rumahnya. Makojah memelihara bayi itu, sebab
lama ia mengangankan bisa mengurus seorang anak, dan ter utama
karena tak ada penduduk kota yang lain mau mengambil anak dari
pembuangan sampah. Di sanalah anak itu akhirnya tumbuh. Makojah
memberi nama yang bagus untuknya, Bhisma, tapi semua orang kemu-
dian memanggilnya Idiot, dan melengkapinya menjadi Edi Idiot, sebab
241
Cantik.indd 241 1/19/12 2:33 PM