Page 243 - Cantik Itu Luka by Eka Kurniawan
P. 243

untuknya dan memang benarlah bahwa Sang Shodancho tampak begitu
              bahagia sehingga keramahannya begitu tampak jelas.
                 ”Selamat siang, Kamerad, kudengar kau sekarang memimpin Seri-
              kat Nelayan dan desas-desus mengatakan bahwa nelayan-nelayan itu
              mengeluhkan kapal-kapalku.”
                 Ya, begitulah, Shodancho, dan Kamerad Kliwon akhirnya men-
              ce ritakan keluhan para nelayan itu mengenai ikan yang berkurang
              dan harga yang jatuh. Sang Shodancho bercerita mengenai kemajuan
              za man, bahwa penggunaan kapal sebagai sesuatu yang tak terelakkan.
              Hanya dengan kapal para nelayan tak dirongrong oleh penyakit rematik
              di hari tua. Hanya dengan kapal para istri nelayan bisa me mastikan
              bahwa suaminya tak akan lenyap ditelan badai. Hanya dengan kapal
              ikan bisa ditangkap lebih banyak untuk memenuhi kebutuhan orang,
              tak sebatas yang dibutuhkan oleh orang-orang Halimunda.
                 ”Selama bertahun-tahun, Shodancho, kami menangkap ikan se-
              banyak yang kami butuhkan hari itu, dan sedikit sisa untuk tabungan di
              masa badai yang besar. Bertahun-tahun kami hidup dengan cara seperti
              itu, tak pernah menjadi sungguh-sungguh kaya sebagaimana kami juga
              tak pernah menjadi sungguh-sungguh miskin. Tapi kini kau sedang
              men coba melemparkan nelayan-nelayan itu ke dalam kemiskinan yang
              tanpa ampun; ikan-ikan yang biasa mereka tangkap telah kau rampok
              dengan kapal-kapal itu dan kalau pun mereka memperoleh ikan, tak ada
              lagi harganya di pelelangan kecuali men jadi ikan asin untuk dimakan
              sendiri.”
                 ”Tentunya kalian lupa melemparkan kepala sapi sehingga Ratu
              Kidul penguasa laut enggan membagi ikan untuk kalian lagi,” kata
              Sang Shodancho sambil tertawa kecil, meminum kopinya dan meng-
              isap rokok kreteknya.
                 ”Itu benar, Shodancho, karena kami tak lagi punya uang untuk mem-
              beli seekor sapi. Jangan biarkan orang-orang miskin ini menjadi marah,
              orang lapar yang marah tak akan ada yang sanggup meng ha dapinya.”
                 ”Kau mengancam, Kamerad,” kata Sang Shodancho sambil tertawa
              lagi. ”Baiklah, aku akan membiayai pesta laut melemparkan kepala
              sapi untuk ratu yang pelit itu sebagai syukuran anak pertamaku, tapi
              soal nelayan-nelayan itu aku hanya punya satu jalan keluar: aku akan

                                           236





        Cantik.indd   236                                                  1/19/12   2:33 PM
   238   239   240   241   242   243   244   245   246   247   248