Page 241 - Cantik Itu Luka by Eka Kurniawan
P. 241

”Baiklah, Shodancho,” kata Alamanda, ”jika kau berani-beraninya
              menyentuhku lagi aku tak akan ragu-ragu untuk mengugurkannya.”
                 Secepat kilat Sang Shodancho menarik tangannya dari kaki Ala-
              manda membuat perempuan itu ingin tertawa karena ke ko nyol annya.
              Sang Shodancho kembali menegaskan janjinya untuk tak melakukan
              pemerkosaan apa pun lagi meskipun Alamanda tak me ngenakan celana
              dalam besi lagi. Memang begitulah kenyataannya: Alamanda tak lagi
              mengenakan celana dalam besi, selain karena celana dalam besi itu te-
              lah dibuang Sang Shodancho ke dalam su mur, ia cukup percaya diri dan
              yakin Sang Shodancho tak akan me langgar janjinya sejauh ia tetap bisa
              menggugurkan kandungannya. Memiliki seorang anak jauh lebih pen-
              ting dari apa pun bagi ego seorang laki-laki semacam Sang Shodancho.
                 Alamanda bahkan berkata, meskipun kelak ia telah hamil tujuh
              bulan atau delapan atau sembilan bulan, ia tetap akan meng gu gur kan-
              nya apa pun yang terjadi, jika Sang Shodancho kembali me mak sanya
              melayani nafsu berahi. Bahkan meskipun ia sendiri mati karena itu.
              Tapi jelas ia tak lagi mengenakan celana dalam besi bukan karena ia
              telah berubah, telah memberikan dirinya kepada Sang Shodancho,
              karena ia sudah berjanji untuk tak pernah mencintainya dan karena
              itu ia tak ingin bercinta dengannya. Dan demi Tuhan ia memang tak
              men cintainya.
                 Kepulangannya ke rumah disambut gembira beberapa sahabat dan
              kerabat mereka secepat berita gembira bahwa Alamanda hamil tersebar
              ke seluruh pelosok kota dan Sang Shodancho mengadakan pesta syukur-
              an kecil untuk itu. Orang-orang di kota membicarakannya dari kedai
              ke kedai seolah mereka menantikan lahirnya seorang pu tra mahkota,
              dan banyak di antara mereka membicarakannya dalam nada gembira
              kecuali Kliwon dan beberapa sahabat nelayannya.
                 Bahkan dengan ketus Kliwon berkata, ”Ia seorang pelacur.” Be tapa
              terkejutnya para sahabat mendengar ia mengatakan itu untuk perem-
              puan yang pernah demikian ia cintai, tapi dengan tenang ia berkata
              lagi, ”Seorang pelacur bercinta karena uang, apa yang akan kita sebut
              pada seorang perempuan yang kawin juga karena uang dan status sosial?
              Ia lebih dari seorang pelacur, ia dewi para pelacur.” Tak ada kekesalan
              hati di dalam nada suaranya, seolah ia sedang mengatakan kenyataan
              yang sudah diketahui banyak orang.

                                           234





        Cantik.indd   234                                                  1/19/12   2:33 PM
   236   237   238   239   240   241   242   243   244   245   246