Page 240 - Cantik Itu Luka by Eka Kurniawan
P. 240
di benaknya, membayangkan Alamanda secara diam-diam bercinta
de ngan siapa pun yang ia inginkan, dendam terhadap nasibnya untuk
kawin dengan orang yang dicintainya. Laki-laki itu, bisa jadi adalah
kekasih lamanya, atau ke kasih baru yang ia tidak tahu.
”Kenapa, Shodancho?”
”Berapa bulan istriku sudah hamil, Dokter?”
”Dua minggu.”
Sang Shodancho bersandar ke sandaran kursi sambil membuang
napas, tampak lega sekarang. Ia mengambil sapu tangan dan mem ber-
sih kan butir-butir keringat dingin yang baru saja menghiasi dahinya.
Se telah lama terdiam ia mulai tersenyum, kini tampak begitu bahagia
sebelum berkata, ”Kubayar makan siangmu, Dokter.”
Jadi ia akan segera punya anak, membuktikan bahwa desas-desus ia
tak pernah bercinta dengan istrinya dan bahwa ia impoten dan bahwa
ia dikebiri sama sekali tak beralasan, karena ia akan punya anak. Mereka
berdua segera menemui Alamanda yang tampak telah cukup sehat un-
tuk dibawa pulang. Dokter telah mengizinkannya memakan apa pun
yang sedikit lebih keras dari nasi bubur dan wa jahnya perlahan-lahan
mulai tampak segar. Ia sesekali mulai berguling ke sana-kemari di atas
tempat tidur.
Ketika si dokter meninggalkan mereka berdua untuk mengurusi
kepulangan Alamanda, Sang Shodancho berkata kepada istrinya, ”Kau
sudah sembuh, Sayang.”
Alamanda membalasnya tanpa ekspresi, ”Cukup segar untuk me-
man cing berahimu.”
Tak terpengaruh oleh keketusan hatinya, Sang Shodancho duduk di
tepi tempat tidur menyentuh kaki istrinya sementara Alamanda diam
saja sambil memandang langit-langit. ”Dokter memberi tahu bahwa
kita akan punya anak. Kau hamil, Sayang,” kata Sang Shodancho lagi
berharap bisa membagi kebahagiaan.
Tapi Alamanda segera berkata membuatnya terkejut, ”Aku tahu dan
aku akan menggugurkannya.”
”Jangan lakukan itu, Sayang,” kata Sang Shodancho memohon.
”Sela matkan anak itu dan aku berjanji tak akan pernah melakukan hal
itu lagi.”
233
Cantik.indd 233 1/19/12 2:33 PM