Page 236 - Cantik Itu Luka by Eka Kurniawan
P. 236

menyemburkan nasi tersebut sehingga menyerbu wajah Sang Shodan-
                 cho. ”Makanlah, sebab tak akan me nye nangkan bersetubuh dengan
                 sebongkah mayat,” kata Sang Shodancho. Atas bujuk rayu tersebut Ala-
                 manda menjawab dengan ketus, ”Lebih tak menyenangkan bersetubuh
                 dengan manusia hidup sepertimu.”
                    Ini gila, pikir Sang Shodancho yang dengan sabar terus mem bu juk-
                 nya. Alamanda tetap bersikeras untuk tidak makan kecuali ia di lepas kan
                 dari ikatan dan celana dalam besi itu dikembalikan ke padanya, tapi Sang
                 Shodancho tak mau memenuhi permintaan tersebut. Sang Shodancho
                 berkata pada diri sendiri bahwa pada akhir nya kekuatan Alamanda
                 akan ada batasnya, mencoba menghibur diri. Paling jauh ia hanya bisa
                 bertahan satu malam sehingga esok pagi ia akan bersedia diberi makan
                 setelah diserang rasa sakit lilitan lambungnya yang tanpa kompromi.
                    Dengan anggapan seperti itu, Sang Shodancho kemudian me ngem-
                 balikan makan siang istrinya ke dapur dan ia melewatkan ma kan siang
                 seorang diri di meja makan. Ketika senja datang, ia meng habiskan
                 waktu duduk di beranda menikmati angin malam yang mulai berembus
                 dan burung-burung perkutut hadiah perkawinan. Mereka melompat-
                 lompat di dalam kandangnya yang menggantung di langit-langit be-
                 randa. Ia juga menikmati lampu-lampu yang mulai menyala dan rokok
                 kretek yang diisapnya penuh kenikmatan, mengenang satu hari yang
                 penuh kemenangan tersebut. Akhirnya ia bisa merasakan bagaimana
                 rasanya bercinta dengan istrinya sendiri karena meskipun kenyataan-
                 nya ia pernah memerkosa Alamanda sebelum ini, waktu itu Alamanda
                 belum menjadi istrinya.
                    Senja-senja seperti itu biasanya ia duduk berdua dengan Alamanda
                 di teras depan tersebut. Orang-orang sudah banyak yang tahu ke biasaan
                 mereka, sehingga ketika ada orang lewat dan menyapa selamat petang,
                 Shodancho, mereka bertanya, ”Ke mana Nyonya?” Sang Shodancho
                 membalas mengatakan selamat petang dan menjawab bahwa istrinya
                 sedang tak enak badan dan tengah berbaring di atas tempat tidur. Hal
                 itu membuatnya teringat kembali pada Alamanda sehingga ketika
                 rokok kretek yang ia isap hanya menyisakan sedikit saja ujung yang
                 tak terbakar, ia pergi menemui istrinya itu setelah membuang puntung
                 rokok ke halaman.

                                             229





        Cantik.indd   229                                                  1/19/12   2:33 PM
   231   232   233   234   235   236   237   238   239   240   241