Page 239 - Cantik Itu Luka by Eka Kurniawan
P. 239
Adalah pada hari keempat belas ketika ia datang untuk menjenguk
istrinya. Itu setelah ditelepon dokter yang merawat istrinya yang menga-
takan bahwa Alamanda sudah boleh dibawa pulang. Ia bertemu dengan
dokter tersebut di koridor rumah sakit: si dokter menyapanya dengan
basa-basi selamat siang, Shodancho, dan Sang Shodancho mem balas
mengatakan selamat siang, Dokter. Lalu si dokter meng ajaknya duduk
di kedai rumah sakit untuk bicara mengenai Alamanda. ”Apakah ada
yang serius dengan kesehatan istriku, Dokter?” tanya Sang Shodancho
sementara si dokter memesan makan siang yang sederhana. Baru ketika
pesanan itu datang si dokter menggeleng dan berkata, ”Tak ada penyakit
serius jika tahu bagaimana mengobatinya.”
Lalu ia mulai makan seolah mengulur-ulur drama apa pun yang akan
ia bicarakan mengenai Alamanda, sementara Sang Shodancho me-
nunggunya dengan penuh kesabaran. Ditemani sigaret karena ha nya di
kedai itulah ia bisa merokok di rumah sakit, ia masih mengkhawatirkan
istrinya dan kembali menyesal telah menjadi pe nyebab itu semua. Sejak
hari pertama si dokter telah memberi diag nosa tentang luka di lambung,
dehidrasi dan Alamanda telah terserang gejala typus. Dokter berkata
untuk tak perlu khawatir, Alamanda hanya perlu istirahat selama sekitar
satu atau dua minggu, menghindarkan diri dari segala makanan asam
kecuali bubur tawar, banyak minum dan menelan antibiotik dan virus
di tubuhnya akan mati dengan sendirinya dalam waktu tak lebih dari
dua minggu. Meskipun si dokter mengatakan bahwa tak ada yang perlu
di kha watirkan, Sang Shodancho tetap merasa khawatir karena ia tak
akan sanggup ditinggal mati Alamanda meskipun ia tahu Alamanda
tak pernah dan mungkin tak akan pernah mencintainya.
”Jika kukatakan kabar gembira ini, apakah kau akan membayar
makan siangku, Shodancho?” tanya si dokter selepas menyelesaikan
makan siangnya.
”Katakan saja, Dokter, apa yang terjadi dengan istriku?”
”Aku telah berpengalaman melakukan diagnosa ini dan aku bersum-
pah kau akan segera punya anak, Shodancho. Istrimu hamil.”
Ia terdiam sejenak. ”Masalahnya, siapa yang membuatnya hamil?” Ia
tak mengatakan itu, tentu saja. ”Berapa bulan?” tanya Sang Shodancho
dan ia sama sekali tak terlihat gembira kecuali wajah pu cat pasi dan
tangan yang menggigil di atas meja. Bayangan-bayangan buruk melesat
232
Cantik.indd 232 1/19/12 2:33 PM