Page 304 - Cantik Itu Luka by Eka Kurniawan
P. 304

bola. Mereka memberi kontribusi positif pada setiap pemogokan, dan
                 sebagian lagi datang pada sekolah-sekolah partai yang terus diadakan.
                    Bentrokan terbuka bukannya tak pernah ada; Kamerad Kliwon
                 meng aktifkan kembali para veteran gerilyawan revolusioner di masa
                 perang dan kali ini mereka menyebutnya sebagai Tentara Rakyat. Mereka
                 memiliki senjata dan giat melakukan latihan militer. Memang tak cukup
                 untuk berperang melawan tentara reguler tapi cukup memadai untuk
                 menjaga diri dari segala hal, termasuk tekanan dari per usahaan kereta
                 api, perkebunan, tuan tanah maupun juragan perahu.
                    Dua anggota dipecat selama masa itu karena mereka kawin de ngan
                 perempuan lain meninggalkan istri dan anak mereka: itu larangan ke-
                 ras dalam disiplin partai, dan tiga yang lain dipecat karena dianggap
                 sebagai pengikut Trostkyis. Dengan sikap-sikap tegasnya, Kamerad Kli-
                 won memperoleh puncak reputasinya. Orang akan selalu mengenang
                 ia sebagai pemimpin Partai Komunis paling kharismatik di kota itu.
                    ”Ini musim hujan,” kata Kamerad Kliwon tiba-tiba.
                    Adinda menyepakatinya sambil menengok langit: pagi itu cuaca
                 sangat baik, tapi siapa pun tahu hujan bisa tiba-tiba muncul di bulan
                 Oktober. Gadis itu akhirnya berkata, ”Tapi mereka tak akan mundur
                 karena hujan. Kupikir kita dicurangi tentara-tentara itu di Jakarta.”
                    ”Aku khawatir mobil pengantar koran terjebak banjir.”
                    ”Koran tak terbit hari ini, Kamerad,” kata Adinda. ”Dan aku berani
                 bertaruh, koran-koran itu tak akan terbit sampai tujuh hari mendatang,
                 atau bahkan selamanya.”
                    ”Kita kembali ke zaman batu tanpa koran.”
                    ”Kubuatkan lagi kopi agar kepalamu sedikit waras.”
                    Adinda pergi ke dapur dan membuat dua cangkir kopi termasuk
                 untuk dirinya sendiri. Ketika ia kembali membawa dua cangkir kopi
                 tersebut, ia melihat Kamerad Kliwon berdiri di gerbang depan meman-
                 dang ujung jalan. Tampaknya ia masih tetap berharap bocah pengantar
                 koran itu akan muncul dengan sepedanya. Ia telah kecanduan membaca
                 koran, dan menjadi sedikit tak waras ketika benda-benda itu tak diper-
                 olehnya. Adinda meletakkan cangkir-cangkir kopi tersebut di meja dan
                 duduk kembali di kursinya.
                    ”Kembalilah duduk di tempatmu,” katanya pada Kamerad Kli-
                 won.”Jika kau sudah waras.”

                                             297





        Cantik.indd   297                                                  1/19/12   2:33 PM
   299   300   301   302   303   304   305   306   307   308   309