Page 355 - Cantik Itu Luka by Eka Kurniawan
P. 355

”Kau tahu, Nyonya, tak pernah ada orang konyol menghitung be-
              rapa banyak hantu.”
                 Mereka kemudian tahu beberapa tahun sebelumnya lebih dari
              seribu orang komunis telah mati dalam pembantaian paling me nge-
              rikan di kota itu. Orang akan mengatakan, bahkan meskipun mereka
              membenci orang-orang komunis itu, bahwa tak ada pembantaian yang
              lebih mengerikan sebelum ini di kota mereka, dan semoga tak akan ada
              lagi di masa yang akan datang. Lebih dari seribu orang mati. Sebagian
              dikubur bersama-sama dalam satu lubang besar di pemakaman umum
              Budi Dharma, yang lainnya dibiarkan membusuk di pinggir-pinggir
              jalan, sampai orang-orang yang tak tahan akhirnya menguburkannya.
              Tidak seperti mengubur mayat, tapi seperti mengubur tai setelah berak
              di kebun pisang.
                 Kedua turis Belanda itu memperoleh penginapan yang cukup baik di
              daerah teluk. Sang istri berbisik pada suaminya, ”Kita per nah bercinta
              di sini dan Papa memergokinya, itulah terakhir kali kita melihatnya.”
              Suaminya mengangguk. Mereka berjalan menuju meja resepsionis yang
              ditunggui seorang pemuda berseragam putih dengan dasi kupu-kupu
              yang terpasang demikian simetris mem buat nya terasa begitu kaku dan
              tak alami. Ia menyambut kedua turis itu dengan senyum sambil menyo-
              dorkan buku tamu. Si turis laki-laki mendaftarkan nama mereka di sana,
              menulis dengan gaya tulisan lama yang sambung-menyambung begitu
              rapi: Henri dan Aneu Stammler.
                 Sepanjang hari itu mereka beristirahat di kamar penginapan ter-
              sebut, yang kata Aneu Stammler telah mengalami begitu banyak peru-
              bahan sejak masa kolonial. ”Aku berani bertaruh, pemiliknya kini pasti
              pribumi,” katanya. Mereka baru merencanakan sedikit jalan-jalan esok
              hari. Tak terlihat bahwa mereka begitu tergesa-gesa, sebab mereka tam-
              paknya akan tinggal di kota itu cukup lama. Mungkin berbulan-bulan,
              mungkin sampai tiga tahun. Banyak turis asing, terutama Belanda,
              me la kukan hal seperti itu, mencoba ber nos talgia pada masa lalu yang
              jauh ketika mereka masih tinggal di sini sebelum terusir oleh perang.
                 Seorang pesuruh datang membawakan mereka makan malam sebab
              mereka ingin makan di kamar, dan bocah itu berpesan, ”Ber hati-hatilah
              pada hantu komunis, Tuan dan Nyonya.”

                                           348





        Cantik.indd   348                                                  1/19/12   2:33 PM
   350   351   352   353   354   355   356   357   358   359   360