Page 361 - Cantik Itu Luka by Eka Kurniawan
P. 361

* * *

              Serangan hantu-hantu itu, hantu-hantu orang komunis, paling dahsyat
              dirasakan oleh Sang Shodancho. Selama bertahun-tahun sejak peristiwa
              pembantaian tersebut, ia menderita insomnia yang parah, dan kalau-
              pun tidur ia menderita tidur berjalan. Hantu-hantu itu terus-menerus
              merongrongnya, bahkan di meja kartu truf mereka sering menggang-
              gunya dan membuat ia kalah terus-menerus. Gangguan-gangguan paling
              sepele dari mereka pun bahkan telah membuatnya nyaris gila. Ia sering
              memasang baju terbalik, keluar rumah dan tersadar bahwa ia hanya
              mengenakan celana dalam, atau ia pikir ia sedang menyetubuhi istrinya
              tapi ternyata menyetubuhi lubang kakus. Ia sering menemukan air di
              bak mandi tiba-tiba berubah jadi genangan darah yang begitu kental,
              dan menemukan semua air di rumah itu, termasuk air minum di teko
              dan termos, juga mengental dan memerah menjadi darah.
                 Semua orang di kota itu merasakan hantu-hantu tersebut, me nge nali
              dan takut oleh mereka, tapi barangkali yang dibuat paling takut dan
              merasa paling terteror hanyalah Sang Shodancho.
                 Mereka kadang muncul di jendela kamarnya, dengan jidat dihiasi lu-
              bang bekas peluru. Dari lubang itu terus-menerus keluar darah, dan dari
              mulutnya terdengar erangan, seperti sesuatu yang hendak dikatakan,
              tapi tampaknya mereka telah kehilangan semua kata-kata, jadi hanya
              mengerang. Jika Sang Shodancho melihatnya, ia akan menjerit dengan
              wajah pucat, mepet ke dinding terjauh dari jendela kamar. Mendengar
              jeritan itu Alamanda akan datang dan mencoba menenangkannya.
                 ”Pikirkanlah, itu cuma hantu orang komunis,” kata Alamanda.
                 ”Ia hendak membunuhku.”
                 ”Mati sekarang atau sepuluh tahun lagi apa bedanya, Shodancho?”
                 Tapi Sang Shodancho tak pernah bisa terhibur oleh kata-kata
              semacam itu, hingga Alamanda harus mengusir hantu tersebut dari
              jen dela kamar mereka. Kadang-kadang hantu itu tak mau pergi, dan
              terus mengerang seolah ia minta sesuatu. Mencoba menebak-nebak,
              Ala manda kadang memberi hantu itu minum atau makan, dan me reka
              minum bagaikan telah melintasi padang pasir luas, atau makan bagaikan
              telah berpuasa selama tiga tahun, sebelum meng hilang dari jendela dan
              Sang Shodancho bisa ditenangkan.


                                           354





        Cantik.indd   354                                                  1/19/12   2:33 PM
   356   357   358   359   360   361   362   363   364   365   366