Page 364 - Cantik Itu Luka by Eka Kurniawan
P. 364

”Apa kau gila, menjebloskan orang ke tahanan hanya karena ma-
                 buk?” tanya Alamanda.
                    ”Ia kerasukan hantu komunis.”
                    Itu kemudian cukup untuk membawanya ke rumah sakit jiwa. Di
                 tahun 1976 belum ada rumah sakit jiwa di Halimunda, maka Alamanda
                 membawanya ke Jakarta. Untuk beberapa lama Sang Shodancho meng-
                 hilang dari Halimunda. Alamanda kembali lagi se telah seminggu, me-
                 mercayakan sepenuhnya Sang Shodancho pada para perawat di rumah
                 sakit, sebab bagaimanapun ia punya anak gadis yang harus diurus.
                    Hantu-hantu itu tak menghilang dengan kepergian Sang Shodan-
                 cho. Tapi paling tidak mereka tidak membuat takut penduduk kota jika
                 mereka tak menampilkan diri, baik utuh sekujur tubuh atau sekadar
                 suara-suara kesakitan. Dengan apa yang dilakukan Sang Shodancho,
                 bagi penduduk kota laki-laki itu tiba-tiba jadi lebih menakutkan dari-
                 pada hantu-hantu itu sendiri, sebab ia bisa dengan asal menuduh siapa
                 pun yang tidak disukainya telah kesurupan hantu-hantu komunis. Jika
                 seseorang memperoleh nasib buruk semacam itu, masih untung jika
                 hanya dijebloskan ke tahanan tanpa batas waktu, sebab bisa jadi akan
                 ada penyiksaan-penyiksaan dulu. Seperti penyucian jiwa orang-orang
                 kesurupan setan di biara-biara kuno Katolik zaman dulu. Demikianlah,
                 kepergian Sang Shodancho membuat semua orang lega, tak peduli
                 hantu-hantu itu kenyataannya masih ada di kota mereka.
                    Tapi tak lama kemudian Sang Shodancho pulang kembali ke kota
                 itu. Muncul sendirian, mengejutkan semua orang, bahkan istrinya.
                    ”Sialan,” itulah kata-kata pertamanya, ”dokter-dokter itu mengira
                 aku gila, maka kutembak salah satunya dan aku pulang.”
                    ”Kau memang tidak gila,” kata Alamanda, ”hanya sedikit tidak
                 waras.”
                    ”Ada biji kedondong di tenggorokanku, Papa,” kata Ai.
                    ”Buka mulutmu, biar kutembak komunis kecil itu.”
                    ”Akan kubunuh kau jika itu dilakukan,” ancam Alamanda.
                    Sang Shodancho tak pernah menembak biji kedondong di teng-
                 gorokan anak gadisnya, meskipun Ai telah membuka mulutnya lebar-
                 lebar.
                    Datang ke Halimunda berarti datang kembali ke sumber segala keta-

                                             357





        Cantik.indd   357                                                  1/19/12   2:33 PM
   359   360   361   362   363   364   365   366   367   368   369