Page 386 - Cantik Itu Luka by Eka Kurniawan
P. 386

hal-hal kecil yang terjadi atas mereka, begitu se ringnya sehingga itu tak
                 lagi mengkhawatirkannya. Namun ia selalu merasa cepat atau lambat
                 sesuatu akan terjadi, dan ia tak tahu. Ia hanya bisa cemas. Tai cicak
                 sialan.
                    Pada waktu-waktu seperti itu Maman Gendeng tentunya ada di
                 terminal bis, sebagaimana biasa. Ia harus membunuh seorang preman
                 lain untuk memperoleh kursi butut di pojok ruang tunggu penumpang
                 bertahun-tahun lampau. Ia belum pernah membunuh orang lagi setelah
                 itu, kecuali keributan-keributan kecil tak berarti. Tapi Maya Dewi selalu
                 khawatir bahwa suatu hari ada laki-laki lain meng harapkan kursi butut
                 tersebut, dan untuk itu ia harus mem bunuh Maman Gendeng. Sejahat
                 apa pun lelaki itu, ia mencintainya sebagaimana mereka mencintai anak
                 gadisnya, dan Maya Dewi tak ingin itu terjadi. Ia berharap lelaki itu
                 sungguh-sungguh kebal ter hadap senjata apa pun, sebagaimana telah
                 jadi desas-desus abadi di Halimunda.
                    Kemudian sebuah becak berhenti di depan pintu pagar rumah. Dua
                 orang gadis turun dan ia mengenal keduanya. Mereka pulang terlalu
                 cepat, pikirnya. Yang pertama anak gadis Sang Shodancho itu, dan
                 yang kedua anak gadisnya sendiri. Ia bertanya-tanya kenapa Reng-
                 ganis Si Cantik tak mengenakan seragam sekolahnya, dan sebaliknya
                 mengenakan seragam tim sepakbola. Ia berdiri dengan ke cemasan
                 seekor induk ayam. Kedua gadis itu berdiri di depannya. Maya Dewi
                 me mandang Nurul Aini yang wajahnya tampak lebih pucat dari diri-
                 nya sendiri, seperti mayat tiga malam, hendak bertanya tapi bahkan
                 gadis itu tampak hendak menangis. Ia belum sempat bertanya ketika
                 Si Cantik akhirnya berkata.
                    ”Mama, aku diperkosa anjing di toilet sekolah,” katanya, tenang dan
                 intensional. ”Sepertinya aku bakalan hamil.”
                    Maya Dewi terduduk kembali di kursinya, dengan wajah sepucat
                 mayat empat malam. Ia seorang ibu yang tak pernah marah, tidak ke-
                 pada suami atau anak gadisnya. Maka ia hanya memandang Si Cantik
                 tak berdaya, dan dengan aneh ia bertanya, ”Seperti apa anjing itu?”


                 Berita buruk datang ke kota itu begitu cepat, bahwa tahun depan ger-
                 hana matahari total akan terjadi. Setidaknya, beberapa dukun meng-

                                             379





        Cantik.indd   379                                                  1/19/12   2:33 PM
   381   382   383   384   385   386   387   388   389   390   391