Page 415 - Cantik Itu Luka by Eka Kurniawan
P. 415

tajam begitu berbinar, di atas ujung kiri dan kanan hidung yang lembut,
              dan senyum nakal itu memperlihatkan bibirnya yang indah menggoda,
              dengan pipi kemerahan menggemaskan. Krisan baru saja berbaring
              selepas makan malam bersama ibu dan neneknya, dan dibuat terkejut
              oleh kunjungan mendadak itu, dan ia menyadari pada jam tujuh ia
              belum juga menutup jendela.
                 ”Kau,” katanya pendek sambil duduk di tepi ranjang, ”telah sem buh?”
                 ”Sesehat gadis olimpiade,” kata Ai sambil tertawa kecil dan mem-
              peragakan gaya binaragawati mengangkat kedua tangannya.
                 Lalu, seolah didera kerinduan yang demikian besar, tanpa sadar,
              keduanya saling menghampiri dan saling memeluk begitu erat, lebih
              erat dari pelukan Adinda dan Kamerad Kliwon dalam peristiwa dikejar
              anjing di masa lalu. Dan entah siapa yang memulai, keduanya telah
              saling mencium, lebih panas daripada ciuman Kamerad Kliwon dan
              Alamanda di bawah pohon ketapang atau ketika mereka ber selingkuh,
              dan kemudian mereka jatuh ke atas tempat tidur.
                 ”Ai,” kata Krisan akhirnya, ”tahukah kau bahwa aku men cintaimu?”
                 Ai menjawab dengan senyumnya yang memesona itu, yang mem-
              buat Krisan mabuk kepayang dan kembali menciumnya. Dalam waktu
              yang tak lama keduanya telah melucuti pakaian mereka masing-masing
              dalam dorongan berahi anak-anak remaja yang tak terkendali, bercinta
              lebih liar daripada Alamanda dan Sang Shodancho pada subuh ketika
              mereka tak jadi mengeksekusi Kamerad Kliwon, bercinta lebih liar dari
              Maman Gendeng dan Maya Dewi ketika mereka bercinta pertama kali
              setelah penantian selama lima tahun, melewatkan sepanjang malam
              dalam permainan cinta dua orang bo cah belasan tahun dengan se-
              mangat yang sangat menyala serta keinginan mencoba yang luar biasa.
                 Usai bercinta Ai mengenakan kembali pakaiannya yang serba putih
              itu, melompat jendela kembali, dan melambaikan tangan.
                 ”Aku harus pulang,” katanya, ”pulang.”
                 Bagian terakhir itu telah menjadi samar-samar ketika Krisan ter-
              guncang oleh satu guncangan di selangkangannya dan terbangun tak
              men dapati Ai. Bahkan jendela kamarnya tertutup rapat. Itu hanya
              mimpi. Itu bukan mimpi basahnya yang pertama, tapi bagaimanapun
              itu yang terindah. Ia belum pernah bermimpi seperti itu bersama Ai,

                                           408





        Cantik.indd   408                                                  1/19/12   2:33 PM
   410   411   412   413   414   415   416   417   418   419   420