Page 420 - Cantik Itu Luka by Eka Kurniawan
P. 420

Cantik menyadari bahwa bayinya ter serang demam. Hawa panas keluar
                 mengambang dari tubuhnya, dan bayi itu menggigil kedinginan. Ia tak
                 tahu apa yang mesti di kerjakan, maka ia hanya melihat bagaimana bayi
                 itu menderita dalam demam.
                    ”Ia kemudian mati pada hari ketiga,” kata Rengganis Si Cantik.
                    Dan ia pun tak tahu apa yang mesti ia lakukan. Ia membawa ma yat
                 bayi itu setelah membuka selimutnya keluar gubuk gerilya, meletakkan-
                 nya pada sebuah batu tempat bertahun-tahun lalu di per gunakan Sang
                 Shodancho dan anak buahnya sebagai meja makan, dan selama sehari-
                 an ia hanya memandangi mayat bayinya tanpa bisa berpikir apa yang
                 harus ia lakukan. Baru ketika sore hari ia mem peroleh gagasan untuk
                 melemparkannya ke laut, tapi ia tak mela ku kannya karena kemudian
                 segerombolan ajak datang dan mengelilingi ia dan bayinya, terpang-
                 gil oleh bau mayat. Rengganis Si Cantik me natap ajak-ajak tersebut,
                 dan melihat betapa mereka begitu ber nafsu memperoleh mayat bayi
                 ter sebut, maka ia melemparkan bayinya ke arah ajak-ajak itu. Mereka
                 berebutan seketika, namun kemudian salah satu dari mereka menyeret-
                 nya jauh ke hutan diikuti ajak-ajak yang lain.
                    ”Kau lebih mengerikan dari setan,” kata Krisan bergidik memandang
                 Rengganis Si Cantik.
                    ”Tapi itu lebih mudah daripada menggali kuburan,” kata Rengganis
                 Si Cantik.
                    Keduanya terdiam, mungkin sama-sama membayangkan ba gai mana
                 ajak-ajak itu mencincang mayat bayi kecil tersebut. Bayi yang malang.
                 Krisan tak tahu apa yang akan dilakukan Maman Gendeng jika tahu
                 itulah nasib cucunya. Ia mungkin akan menjadi gila, mung kin mem-
                 bakar seluruh kota, atau membunuh semua orang, ter utama membunuh
                 semua ajak. Bahkan sekarang akan menjadi sia-sia untuk menemukan
                 sisa-sisanya. Ajak-ajak itu mungkin tidak akan menyisakan apa pun,
                 sebab bahkan tulangnya pun masih begitu lunak untuk dimakan. Krisan
                 nyaris muntah membayangkan seekor ajak menelan mentah-mentah
                 kepala bayi itu.
                    ”Dan kau tak datang,” kata Rengganis Si Cantik sambil me man dang
                 Krisan, satu pandangan antara marah dan kecewa, ”aku me nung gu sam-
                 pai tadi sore, hanya makan buah keras itu.”

                                             413





        Cantik.indd   413                                                  1/19/12   2:33 PM
   415   416   417   418   419   420   421   422   423   424   425