Page 424 - Cantik Itu Luka by Eka Kurniawan
P. 424

Krisan, bahwa bertahun-tahun lalu Kamerad Kliwon pernah menculik
                 Alamanda juga ke tempat tersebut.
                    Pagi datang dengan sempurna.
                    ”Jadi kapan kita kawin?”
                    ”Jangan tergesa-gesa, berjemurlah sebentar,” jawab Krisan.
                    Krisan berbaring di ujung perahu tersebut, memandang langit.
                 Reng ganis Si Cantik mencoba menirunya di ujung lain. Wajah Krisan
                 tampak murung dengan dahi berkerut, sama sekali tak ter pesona oleh
                 langit yang demikian cerah. Sementara wajah Reng ganis Si Cantik
                 begitu gelisah, menunggu perkawinan mereka. Akhir nya gadis itu terba-
                 ngun kembali, sungguh-sungguh tak sabar, dan bertanya:
                    ”Dengan cara apa kita akan kawin?”
                    ”Aku akan membuat kejutan.”
                    Krisan menghampiri gadis itu, melangkahi mayat Ai.
                    ”Berbaliklah,” katanya.
                    Rengganis Si Cantik berbalik, memandang ujung langit, memung-
                 gungi Krisan. Lama ia menunggu sampai ia melihat tangan Krisan
                 melingkar begitu cepat, dan sebelum sadar ia telah tercekik. Lehernya
                 dililit sapu tangan kecil yang di setiap ujungnya ditarik tangan Krisan
                 yang begitu kuat. Rengganis Si Cantik mencoba meronta, kakinya me-
                 nendang ke sana-kemari, dan tangannya mencoba mengendorkan sapu
                 tangan tersebut. Tapi Krisan jauh lebih kuat. Mereka bertarung sekitar
                 lima menit, sebelum Rengganis Si Cantik kalah, mati dan tergeletak
                 di lambung perahu, di samping mayat gadis yang lain.
                    Krisan memandangnya, dan matanya jadi berkaca-kaca. Napasnya
                 tersengal-sengal.
                    Dengan tangan yang bergetar hebat, ia mengangkat mayat Reng-
                 ganis Si Cantik dan melemparkannya ke laut, membiarkannya tengge-
                 lam. Lalu ia menangis di bibir perahu, menangis seperti ga dis-gadis
                 cengeng, menangis seperti orok-orok, menangis dengan air mata yang
                 banjir. Di tengah isaknya ia berkata, entah kepada siapa.
                    ”Aku membunuhmu,” katanya, terisak lagi, dan melanjutkan, ”ka-
                 rena aku hanya mencintai Ai.” Ia masih menangis selama setengah
                 jam setelah itu.
                                            * * *


                                             417





        Cantik.indd   417                                                  1/19/12   2:33 PM
   419   420   421   422   423   424   425   426   427   428   429