Page 436 - Cantik Itu Luka by Eka Kurniawan
P. 436

makan. Setelah mereka, kedua gadis gunung yang membantunya mem-
                 buat kue-kue akan mengambilnya untuk makan mereka. Ia membawa
                 piring-piring bekas makan ke bak cucian, dan membuang nasi yang tak
                 dimakan Rengganis Si Cantik ke tempat sampah. Ia hanya mencuci
                 tangannya, tidak berniat untuk mencuci piring-pi ring kotor tersebut
                 sebagaimana biasa, dan kembali ke kamarnya, memandang ruangan
                 kosong tersebut, lalu bertanya seolah Maman Gendeng ada di sana.
                    ”Jika kau moksa,” katanya, ”lantas siapa yang aku kubur tiga hari
                 lalu?”
                    Itu adalah sebuah kisah pengkhianatan, berawal jauh ke belakang,
                 ketika mereka masih di awal perkawinan, sebelum malam pengantin
                 yang terlambat lima tahun dan Rengganis Si Cantik dilahirkan.
                    Seorang lelaki bertubuh besar dengan kepala plontos dan sebelah
                 telinganya sobek tercabik-cabik datang ke terminal bis pada siang
                 yang terik di hari Minggu, menyeruak di antara para penumpang bis
                 yang sebagian besar para pelancong yang tengah berebut bis selepas
                 meng habiskan akhir pekan mereka di kota itu. Ia menabrak siapa pun
                 yang menghalangi jalannya, membuat seorang penjual rokok nyaris
                 menumpahkan jualannya, datang untuk menemui Maman Gendeng.
                 Ia menginginkan kursi goyang butut kayu mahoni yang dimiliki lelaki
                 itu, yang direbut Maman Gendeng sebelumnya de ngan membunuh
                 Edi Idiot.
                    Sejak ia berkuasa, Maman Gendeng telah banyak menghadapi lela-
                 ki-lelaki yang menginginkan kursi butut tersebut, lambang kekuasaan-
                 nya, mengalahkan mereka tanpa perlu membunuhnya, namun selalu
                 saja ada lelaki-lelaki baru yang mencoba merebut kursi itu. Kini seorang
                 lagi tengah menghampirinya. Beberapa orang sa habatnya telah melihat
                 lelaki asing itu sejak ia masuk terminal, telah mengetahui apa yang ia
                 inginkan tanpa harus bertanya kepadanya. Maman Gendeng juga tahu.
                 Tapi ia hanya diam, duduk dengan menyilangkan kakinya, mengayun-
                 ayunkan dirinya sendiri, sambil mengisap rokok. Waktu itu tak seorang
                 pun tahu nama lelaki itu, dari mana ia datang, dan bagaimana ia tahu
                 bahwa yang berkuasa di tempat tersebut adalah Maman Gendeng. Jelas
                 ia bukan dari kota ini, sebab jika ia bukan orang asing dan berminat
                 pada kursi itu, ia telah menantang Maman Gendeng sejak dulu.

                                             429





        Cantik.indd   429                                                  1/19/12   2:33 PM
   431   432   433   434   435   436   437   438   439   440   441