Page 438 - Cantik Itu Luka by Eka Kurniawan
P. 438

ia sering pulang dalam keadaan sedikit berlepotan. Kadang-kadang
                 karena percikan oli atau minyak gemuk saat ia membantu kenek bis
                 yang menghadapi kendaraan mereka mogok, lain kali mungkin kotor
                 karena jelaga yang tertempel di dinding bis dan berasal dari semprotan
                 asap knalpot. Bukan semata-mata baju kotor lebih menyusahkan untuk
                 dicuci, tapi Maya Dewi berkomentar bahwa suaminya tampak lebih
                 jelek dengan pakaian yang kotor. Hari itu ia mengenakan kemeja warna
                 krem, yang akan segera terlihat jika kena kotor, tapi ia telah berjanji
                 hari itu tak akan me ngotori pakaiannya, bahkan meskipun hari itu ia
                 harus berkelahi.
                    Ia tengah bersantai di kursi itu di siang terik tersebut, mengisap
                 rokoknya perlahan-lahan dan mengembuskan asapnya perlahan-lahan
                 pula, ketika ia melihat laki-laki itu sejak masuk pintu terminal. Sebagai-
                 mana semua orang yang melihatnya, ia tahu ia akan me nemuinya. Kini
                 lelaki plontos itu telah ada di depannya, dan bagaimanapun Maman
                 Gendeng tak ingin mengotori pakaiannya, maka ia berkata sebelum
                 laki-laki di depannya berkata, sambil berdiri, ”Jika kau menginginkan
                 kursi itu, silakan duduk, atau kau ambil,” katanya. Semua orang nyaris
                 tak percaya, bahkan si plontos juga tak percaya, dan hanya diam me-
                 mandangi kursi kosong itu.
                    ”Maksudku tak sesederhana itu,” kata si plontos, ”aku meng ingin kan
                 kursi itu dengan segala akibat darinya.”
                    ”Aku mengerti dengan baik, maka duduklah dan kau akan memper-
                 oleh semuanya,” Maman Gendeng mengangguk, membuang puntung
                 rokoknya.
                    ”Seorang preman yang tak terkalahkan dalam semua perkelahian
                 tiba-tiba menyerahkan kekuasaannya tanpa melakukan apa pun,” kata si
                 plontos. ”Tak seorang pun mengerti kecuali karena ia ingin mengundur-
                 kan diri dan menjadi suami yang baik.”
                    Maman Gendeng menganggukkan kepalanya sambil tersenyum, dan
                 gerakan tangannya menyuruh orang itu untuk duduk di kursi goyang
                 kayu mahoni tersebut. Si laki-laki plontos segera saja meng ham piri kursi
                 tersebut, lambang seluruh kekuasaan, keberanian, dan kemenangan.
                 Namun sebelum ia sungguh-sungguh mendudukinya, Maman Gendeng
                 telah menghantam laki-laki itu persis di teng kuknya, dengan bagian

                                             431





        Cantik.indd   431                                                  1/19/12   2:33 PM
   433   434   435   436   437   438   439   440   441   442   443