Page 440 - Cantik Itu Luka by Eka Kurniawan
P. 440

”Kita tak bisa menghalangi seorang perempuan dari ke se nang an-
                 nya,” kata Romeo, ”tak peduli itu istri sendiri.”
                    ”Kau seharusnya jadi f lsuf,” kata Maman Gendeng, ”jika tidak gila.”
                    ”Sebab ia sendiri memberiku uang,” kata Romeo lagi, sambil duduk
                 di samping kursi kayu mahoni yang pernah diinginkannya, ”untuk men-
                 coba perempuan di tempat pelacuran.”
                    Terminal bis tersebut telah menjadi kebanggaan komunitas mereka
                 selama bertahun-tahun, bahkan sejak Edi Idiot masih menguasai kota,
                 hingga masa ketika Maman Gendeng menggantikannya. Ter minalnya
                 tak terlampau besar, sebab dari kota itu hanya ada dua arah jalan keluar,
                 ke timur dan ke utara. Ke barat ada ruas jalan kecil yang buntu setelah
                 melewati dua kota kecil. Tak semua preman kota itu berkumpul di ter-
                 minal bis, bahkan cenderung minoritas, namun disebabkan Maman
                 Gendeng selalu berada di sana sebab ia suka me lihat orang lalu-lalang
                 dan terutama menikmati kursi goyang kayu mahoni itu, terminal bis
                 menjadi tempat penting bagi mereka. Semua orang tampak berbahagia,
                 komunitas tersebut, bahkan meskipun Moyang yang bisa mereka tiduri
                 tanpa membayar kemudian kawin dengan Romeo, sebab mereka masih
                 tetap bisa menidurinya kapan pun mereka mau, terutama jika Moyang
                 sedang mau.
                    Namun kebahagiaan itu terganggu pada suatu hari yang damai yang
                 seharusnya mereka lalui tanpa masalah apa pun. Moyang mem buka kios-
                 nya namun tak bersemangat menjual apa pun, se ba liknya ia menunggu
                 Maman Gendeng yang mungkin masih tertidur di rumahnya dan belum
                 muncul ke terminal. Ketika ia muncul, dengan penampilan nya yang
                 nyaris necis seolah ia bukan begundal kota, penampilan yang telah dike-
                 nal teman-temannya sejak ia kawin, Moyang segera meng hampirinya
                 dan menangis keras di hadapannya. Tangisan seperti itu seperti tangisan
                 seorang istri yang ditinggal suami, dan Maman Gendeng berpikir Romeo
                 meninggalkan Moyang. Tapi tak ada alasan bagi perem puan itu untuk
                 menangis, sejauh Maman Gendeng tak begitu yakin dengan cinta dan
                 kesetiaan pe rempuan itu pada Romeo, maka ia bertanya.
                    ”Kenapa?”
                    ”Romeo pergi.”
                    Tebakannya benar, tapi justru membingungkan.

                                             433





        Cantik.indd   433                                                  1/19/12   2:33 PM
   435   436   437   438   439   440   441   442   443   444   445